Akademisi UII: Jangan Gunakan Bahasa Agama di Pilkada 2018

Reporter

Antara

Editor

Juli Hantoro

Rabu, 31 Januari 2018 07:50 WIB

Ilustrasi pilkada

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Rektor III Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Dr Waryono Abdul Ghafur mengimbau agar dalam Pilkada Serentak 2018 tidak ada pihak yang menggunakan bahasa agama.

"Kita tidak perlu menggunakan bahasa agama dalam pilkada nanti karena sangat sensitif dan takutnya bisa disalahgunakan oleh kelompok tertentu atau kelompok radikal untuk memecah belah masyarakat," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa 30 Januari 2018.

Menurut dia, orang akan mudah tersentuh dan mungkin juga akan sangat emosional ketika merasa agamanya dihina, dicaci maki, dan sebagainya. Pengurangan penggunaan bahasa agama juga bagian dari cara untuk memelihara kondisi sosial.

Baca juga: ASN Jawa Barat Teken Pakta Integritas Netral dalam Pilkada 2018

"Jadi, hindarilah menggunakan bahasa agama, tidak usah memakai dalil macam-macam, misalnya mengatakan tidak usah memilih orang yang beda agama dari dalil ini, atau menyebut bahasa agama untuk dialamatkan kepada orang lain yang beda agama, tentunya itu tidak pas," katanya.

Advertising
Advertising

Isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), kata Waryono, paling mudah digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk memecah belah masyarakat karena paling laku.

"Kalangan elit pun sebenarnya juga paham bahwa kalau sudah pakai isu SARA itu 'sumbu pendeknya' itu sangat mudah dan enak. Itu sebenarnya yang harus dihindari kalangan elit ini," ujarnya.

Menurutnya, agama pun melarang penggunaan isu SARA untuk memecah belah. Namun, karena kepentingan pragmatis masyarakat sendiri juga sudah lupa terhadap hal seperti itu.

"Jadi, bagi saya baik kalangan elit maupun masyarakat harus sama-sama bisa menahan diri. Yang elit jangan memanfaatkan atas nama masyarakat dan yang masyarakat pun juga jangan ikut-ikutan serta merta dengan kalangan elit ini," ucapnya.

Baca juga: Kapolri Tak Perintahkan Calon dari Polisi Harus Menang Pilkada

Dikatakannya, pergantian kepemimpinan melalui Pilkada adalah sesuatu yang biasa. Karena itu, tidak perlu dianggap terlalu serius dan membuat masyarakat terpecah belah.

"Karena ini kegiatan politik yang rutin maka kita tidak boleh memperpanjang persoalan terutama yang terkait dengan hal-hal yang membuat masyarakat terpecah. Perbedaan pilihan itu karena kita punya alasan tersendiri dan punya rasionalisasinya," ujarnya.

Ia juga mengimbau masyarakat kritis terhadap tokoh-tokoh yang dianggap sebagai panutan karena bisa jadi mereka sebenarnya juga punya kepentingan.

Sikap kritis, lanjut Waryono, juga harus diterapkan ketika menerima informasi dari media sosial dan dunia maya.

Berita terkait

Alasan Ganjar Kampanye di Brebes dan Tegal: Pernah Kalah di Pilkada 2018

11 Januari 2024

Alasan Ganjar Kampanye di Brebes dan Tegal: Pernah Kalah di Pilkada 2018

Ganjar mengatakan agenda kampanye di Brebes, Tegal, dan Kebumen karena pernah kalah di wilayah tersebut pada Pilkada 2018.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik 4 Pelanggaran Alat Peraga Kampanye yang Pernah Terjadi Sebelum Pemilu 2024

30 Juni 2023

Kilas Balik 4 Pelanggaran Alat Peraga Kampanye yang Pernah Terjadi Sebelum Pemilu 2024

Sebagai faktor mendulang suara, Alat Peraga Kampanye tidak jarang digunakan parpol atau pendukung kubu tertentu melebihi batas.

Baca Selengkapnya

Target Pemilih 77,5 Persen di Pilkada 2020 Dinilai Terlalu Tinggi

20 November 2020

Target Pemilih 77,5 Persen di Pilkada 2020 Dinilai Terlalu Tinggi

Pengamat memperkirakan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 akan berbeda.

Baca Selengkapnya

Khofifah Fokus Tuntaskan Kemiskinan di 10 Kabupaten Jawa Timur

14 Juli 2018

Khofifah Fokus Tuntaskan Kemiskinan di 10 Kabupaten Jawa Timur

Khofifah menggandeng TNP2K.

Baca Selengkapnya

MK Terima 62 Permohonan Gugatan Sengketa Pilkada 2018

13 Juli 2018

MK Terima 62 Permohonan Gugatan Sengketa Pilkada 2018

Sebanyak 39 dari 62 permohonan gugatan pilkada 2018 yang diterima MK adalah perkara pemilihan bupati.

Baca Selengkapnya

Bawaslu: Hasil Pilkada 2018 di 13 Daerah Rawan Digugat

13 Juli 2018

Bawaslu: Hasil Pilkada 2018 di 13 Daerah Rawan Digugat

Bawaslu mengatakan selisih paling tipis terjadi di Kota Tegal.

Baca Selengkapnya

Bawaslu: 5,9 Juta Formulir C6 di Pilkada 2018 Tak Didistribusikan

13 Juli 2018

Bawaslu: 5,9 Juta Formulir C6 di Pilkada 2018 Tak Didistribusikan

Bawaslu mencatat partisipasi dalam pemilihan gubernur di 17 provinsi hanya 69 persen.

Baca Selengkapnya

Tiga Calon Gubernur Gugat Hasil Pilkada Serentak 2018

13 Juli 2018

Tiga Calon Gubernur Gugat Hasil Pilkada Serentak 2018

Jumlah gugatan sengketa Pilkada serentak 2018 bisa terus bergerak.

Baca Selengkapnya

Pilkada 2018, Partisipasi Pemilih di Papua Paling Tinggi

13 Juli 2018

Pilkada 2018, Partisipasi Pemilih di Papua Paling Tinggi

Dari hasil evaluasi pilkada 2018, Bawaslu menilai KPU perlu menggiatkan lagi sosialisasi agar pada pelaksanaan pileg dan pilpres 2019.

Baca Selengkapnya

Pilkada 2018, Bawaslu Tangani 3.133 Laporan Pelanggaran

13 Juli 2018

Pilkada 2018, Bawaslu Tangani 3.133 Laporan Pelanggaran

Bawaslu mencatat dugaan pelanggaran tertinggi ditemukan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah lebih dari 500 laporan.

Baca Selengkapnya