TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendalami unsur pidana pemilu yang diduga dilakukan oleh bekas Wakapolda Maluku, Brigadir Jenderal Hasanuddin. Ia diduga bertindak netral karena terlibat dalam pemberian dukungan kepada salah satu calon gubernur Maluku.
"Sekarang Panwas masih mengumpulkan data-data dan informasi," kata Ketua Bawaslu Abhan, saat ditemui di kantor Bawaslu pada Jumat, 22 Juni 2018.
Menurut Abhan, jika ditemukan bukti-bukti atau dugaan pelanggaran, maka kasus ini akan ditindaklanjuti. Ia membantah jika keputusan Kepala Kepolisian RI memutasi Hasanuddin akan menghentikan kasus dugaan adanya ketidaknetralan perwira polisi itu.
Baca: Kata Mabes Polri Soal Pencopotan Wakapolda Maluku
Saat ini, Hasanuddin sudah dimutasi ke Bindiklat Lemdiklat Polri sebagai analis kebijakan utama. Posisinya digantikan oleh Brigadir Jenderal Akhmad Wiyagus yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Mutasi itu berdasarkan Telegram Rahasia bernomor: ST/1535/VI/Kep/2018 tanggal 20 Juni.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menyebutkan mutasi Hasanuddin merupakan hal yang biasa. Ia enggan mengomentari jika pencopotan tersebut karena netralitas Hasanudin dalam Pemilihan Kepala Daerah Maluku.
Baca: Ada Mantan Polisi Jadi Cagub, Kapolda Maluku Jamin Netralitas
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane sebelumnya menyebutkan mutasi Hasanuddin disebabkan atas adanya dugaan dukungan dia kepada Inspektur Jenderal (Purn) Murad Ismail yang maju sebagai calon gubernur Maluku di pilkada 2018. Temuan IPW, kata Neta, ada pejabat tinggi Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal yang mengajak anggota kepolisian untuk mendukung salah satu calon Pilgub.
Abhan membenarkan jika ada ajakan oleh mantan Wakapolda Maluku Hasanuddin untuk memilih salah satu pasangan calon gubernur Maluku. "Dari informasi yang kami terima memang ada suatu ajakan oleh yang bersangkutan untuk mendukung salah satu calon," ujarnya.