TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu Ratna Dewi Petalolo mengatakan ada sekitar 204 aduan kasus pelanggaran kampanye pilkada yang melibatkan oknum pegawai negeri sipil (PNS). Aduan paling banyak berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan.
"Untuk keterlibatan yang terindikasi pidana sudah diproses secara pidana. Tetapi yg terindikasi pelanggaran UU Aparatur Sipil Negara diteruskan ke Komisi Aparatur Sipil Negara," kata Ratna kepada Tempo pada Sabtu, 28 April 2018.
Pada pertengahan Maret lalu, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah menerima sekitar 200 laporan soal keterlibatan pegawai negeri sipil dalam kampanye pilkada 2018. Beberapa pelanggaran di antaranya dihukum berat dengan dipecat dari pekerjaannya.
Baca: Kapolri Tito Karnavian: Jangan Ada Perpecahan karena Pilkada
Ketua KASN Sofian Effendi menyatakan laporan itu datang dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "(Modusnya) ikut kampanye, ikut terlibat mendukung salah satu calon," kata dia
Pelanggaran yang terjadi, menurut Sofian, beragam. Beberapa di antaranya merupakan pelanggaran berat. "Saya kira ada satu atau dua yang dipecat," kata dia. Namun jumlahnya tak sebanyak pelanggaran ringan dan menengah.
Untuk pelanggaran ringan, sanksi yang diberikan merupakan penurunan pangkat dan gaji. "Artinya dia hanya terlibat dalam satu event kampanye atau memasang spanduk itu masih dianggap ringan," kata Sofian.
Baca: KPU Minta Peserta Pilkada Tak Kampanyekan Caleg atau Capres
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PNS dilarang berkecimpung di dunia politik. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah mengirimkan surat imbauan mengenai keterlibatan PNS dalam politik.
Putusan Mahkamah Konstitusi pun menyatakan pegawai negeri yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah di Pilkada 2018 harus mengundurkan diri. Pengunduran diri itu harus dibuat secara tertulis.
Selain pelanggaran yang melibatkan PNS, data sentra penegakan hukum terpadu pada Jumat, 27 April 2018 menunjukkan ada 252 data temuan. Sebanyak 50 temuan dinyatakan sebagai tindak pidana pemilu dan diteruskan ke polri, sedangkan 202 temuan lainnya dinyatakan sebagai bukan tindak pidana pemilu.
Baca: Klien Divonis Bebas Hakim, Giliran Panwaslu Diadukan ke DKPP
Dari 50 temuan itu, 27 perkara telah mencapai tahap dua atau fase penyerahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. Adapun lima perkara berkasnya telah dinyatakan lengkap dan siap dilimpahkan ke kejaksaan atau P21 dan 18 perkara masih dalam penyidikan.
Sementara dari data penuntutan dan eksekusi dari 27 kasus, sebanyak tiga terdakwa divonis bebas, 9 terdakwa divonis pidana, dua terdakwa divonis denda, dan 13 lainnya masih menjalani persidangan.
Kalau diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, tindak pidana yang terjadi selama pilkada, antara lain enam perkara pemalsuan, tujuh perkara politik uang, 28 perkara terkait tindakan yang merugikan salah satu pasangan calon, tiga perkara perusakan alat peraga kampanye, dua perkara kekerasan atau upaya menghalangi penyelenggara melaksanakan tugas, dua perkara penghinaan, penghasutan, atau fitnah, satu perkara mendaftarkan paslon tidak sesuai dengan surat keputusan parpol tingkat pusat dan satu perkara kampanye di tempat pendidikan.