TEMPO.CO, Surabaya - Ketua tim pemenangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa-Emil Elistianto Dardak atau Khofifah-Emil, Muhammad Roziqi, tak mempermasalahkan fatwa fardu ain untuk memilih pasangan tersebut dilaporkan polisi.
Fatwa fardu ain (wajib) memilih Khofifah-Emil merupakan rumusan dari pertemuan para ulama pendukung pasangan calon nomor urut 1 itu di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Mojokerto yang diasuh KH Asep Saifudin Chalim pada 3 Juni 2018. Fatwa tersebut menyebutkan, jika ada orang memilih calon pemimpin tertentu, padahal ada calon yang lebih baik, maka orang itu mengingkari Allah dan Rasulullah.
Baca: Fatwa Fardu Ain Pilih Khofifah-Emil Dilaporkan Polisi.
Fatwa itu dilaporkan ke Kepolisian Daerah Jawa Timur oleh Jaringan Alumni Muda Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Jampi PMII) Jawa Timur pada 13 Juni 2018. Sejumlah kiai dari wilayah Tapal Kuda dan Madura juga mengadukan fatwa itu ke Polda Jawa Timur pada 18 Juni 2018 karena dianggap memecah belah dan menimbulkan keresahan.
Menurut Roziqi, fatwa itu sebenarnya ditujukan untuk internal pendukung Khofifah-Emil. Tujuannya agar jika calon yang didukung memenangkan pemilihan gubernur, mereka amanah dalam memimpin. “Fatwa itu dasarnya hadis Nabi. Tapi kalau ada yang tersinggung dan lapor polisi, ya, nggak apa-apa,” kata Roziqi saat dihubungi, Kamis, 21 Juni 2018.
Baca juga: Apa Kata Pengamat Soal Fatwa Fardu Ain Khofifah-Emil
Roziqi balik menyinggung keluarnya seruan oleh pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, KH Nawawi Abdul Djalil, agar masyarakat memilih pasangan calon nomor urut 2, Saifullah Yusuf dan Puti Guntur Soekarno. Seruan itu bahkan disebarluaskan melalui media sosial dan media massa. “Seruan itu tidak dipermasalahkan,” katanya.
Roziqi mengaku siap memberikan penjelasan seputar keluarnya fatwa fardu ain bila dipanggil polisi ataupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jawa Timur. “Ndak masalah,” ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Kacung Marijan menyesalkan dipakainya simbol-simbol agama untuk menggalang dukungan pemilih. Meskipun hal seperti itu bukan barang baru di pemilihan umum, Kacung berharap semua calon mengedepankan argumentasi yang rasional. “Tapi nyatanya dua kubu masih memakai,” kata Kacung yang juga Wakil Rektor Unusa.