TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumatra Utara terus menyelidiki dugaan pelanggaran pemilu yang melibatkan pejabat di Dinas Pendidikan Sumut. Anggota Bawaslu Sumut Herdi Munte menuturkan penyelidikan dugaan pelanggaran tersebut sudah dibahas bersama di sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu).
"Pelapor masih melengkapi laporannya saat ini," kata Herdi saat dihubungi, Kamis, 17 Mei 2018.
Baca: Bawaslu Sumatera Utara Selidiki Laporan ASN Terlibat Kampanye
Rekaman yang beredar di masyarakat adalah adanya kampanye yang diduga dilakukan pejabat di Dinas Pendidikan Sumut yang mengajak Aparatur Sipil Negara mendukung Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss). Berdasarkan informasi yang beredar, suara tersebut mirip dengan suara Sekretaris Dinas Pendidikan Sumut Rifai Bakri Tanjung.
Herdi menuturkan Bawaslu bersama pihak kepolisian dan kejaksaan di tim sentra Gakumdu masih menelusuri locus dan tempus atau tempat dan waktu rekaman tersebut dibuat. Sebab, setiap laporan pasti dibahas bersama tim Gakumdu. "Penyelidikan sudah sekitar sepekan lalu," kata dia.
Bawaslu masih memeriksa pelapor untuk menyelidiki dugaan pelanggaran ini. Soalnya, untuk memanggil langsung orang yang diduga terlibat di dalam rekaman tersebut mesti membutuhkan bukti permulaan yang cukup.
Sejauh ini, kata dia, belum ada bukti yang mendukung bahwa rekaman tersebut adalah suara pejabat di Dinas Pendidikan Sumut. "Kalau soal beredar, iya memang beredar viral. Itu kan gambar editan (foto Sekretaris Pendidikan Sumut di rekaman yang beredar," ujarnya.
Baca: Beda Tanggapan Djarot dan Edy Mengenai Image Negatif Sumut
Menurut Herdi, tim di Gakumdu mesti hati-hati sebelum memanggil orang yang diduga terlibat masalah ini. "Kami belum dapat petunjuk yang kuat locus dan tempus-nya. Jadi masih tetap ditelusuri termasuk sumber awal rekaman tersebut."
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Sumut Syafridah Rasahan mengatakan berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah, kepala daerah, pejabat negara, ASN, TNI dan Polri tidak boleh terlibat untuk kampanye atau mengarahkan dukungan.
Bagi yang melakukan tindakan tersebut seperti yang tertuang dalam pasal 188 UU Pilkada, maka akan diancam hukuman pidana. "Pidananya penjara paling sebentar satu bulan dan paling lama enam bulan dan denda paling sedikit Rp 600 ribu dan paling banyak Rp 6 juta jika terbukti," ujarnya. "Kami sedang tangani."
Di samping sanksi pidana dari UU Pilkada, ASN juga bakal diberikan sanksi jika terbukti oleh Komisi ASN. "Untuk sanksi dari KASN mereka yang akan proses. Kami akan proses sesuai UU yang ada di kami."