TEMPO.CO, Tulungagung - Keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang memperbolehkan aparatur sipil negara (ASN) terlibat dalam kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) tak mempengaruhi sikap Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Tulungagung. Mereka tetap memeriksa 23 pegawai negeri sipil yang diduga mendukung salah satu kandidat calon bupati.
Anggota Panwas Kabupaten Tulungagung, Mustofa, mengatakan pernyataan Bawaslu adalah hal biasa. Sebab, menurut dia, aparatur negara memang bagian dari pemilih. “Pernyataan Bawaslu itu biasa kok, dan memang seperti itu,” kata Mustofa saat dihubungi Tempo, Jumat, 4 Mei 2018.
Baca: Gara-gara Berfoto Bersama, 23 PNS Diperiksa Panwaslu Tulungagung
Mustofa menanggapi pernyataan anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja, yang memperbolehkan pegawai negeri sipil mengikuti kampanye. Syaratnya, sebagai warga biasa dan tidak boleh tergabung menjadi panitia, juru kampanye, atau datang ke lokasi kampanye dengan mengenakan seragam dinas atau fasilitas negara.
Menurut Mustofa, pernyataan Bawaslu tidak berkaitan dengan pemeriksaan 23 pegawai oleh Panwaslu Kabupaten Tulungagung. "Pemeriksaan kami jalan terus, tidak ada kaitan dengan pernyataan Bawaslu,” katanya.
Sebelumnya, pegawai negeri sipil, yang terdiri atas camat dan kepala operasional perangkat daerah, berfoto dalam sebuah acara kunjungan kerja. Mereka kedapatan berfoto bersama dengan pose mengacungkan dua jari di sebuah bandara.
Baca: Klien Divonis Bebas Hakim, Giliran Panwaslu Diadukan ke DKPP
Meski tidak sedang bersama kandidat calon kepala daerah atau memakai seragam dinas, foto yang diunggah di media sosial itu memancing kecurigaan Panwaslu. Saat ini, Panwaslu tengah menyelesaikan pemeriksaan 23 PNS tersebut.
Sementara itu, salah satu camat berinisial A, yang turut dimintai keterangan oleh Panwas, mengaku tak terlalu khawatir. Ia mengklaim pose mengacungkan dua jari bukan untuk mengampanyekan salah satu kandidat. “Itu pose biasa saat difoto. Kalau anak muda menyebutnya salam damai,” katanya.
Dia optimistis Panwaslu Tulungagung tak akan bisa menjeratnya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Apalagi, menurut dia, gaya atau gestur dalam foto itu biasa.