TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melaksanakan tiga langkah terhadap pemilih pilkada serentak 2018 yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik, surat keterangan pengganti e-KTP, dan dokumen kependudukan.
"Prinsipnya, dia dikeluarkan dari daftar pemilih tetap," kata komisioner KPU, Viryan, di kantor KPU, Jumat, 20 April 2018.
Baca: KPU Langsung Menetapkan DPT Kabupaten Mimika Tanpa DPS
Selanjutnya, untuk memperjuangkan hak memilih warga negara dan memegang prinsip kehati-hatian, KPU kabupaten/kota akan menyampaikan kepada KPU provinsi untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Langkah kedua, data dari daerah bisa dikirim ke KPU pusat menggunakan fitur khusus untuk menampung pemilih yang belum melengkapi persyaratan dalam sistem informasi data pemilih. Berikutnya, KPU pusat akan meminta kepada jajaran di daerah untuk melakukan klarifikasi kembali, apakah elemen data yang sudah dihimpun itu benar.
"Dari tiga proses itu, dilihat perkembangannya. Intinya, kami sangat concern pada setiap upaya untuk memastikan hak pilih warga negara terpenuhi," ucap Viryan.
Mekanisme berikutnya, ujar Viryan, kalau ada kekeliruan dalam pencatatan dan ada datanya, akan ada surat keterangan pengganti e-KTP untuk para pemilih yang sudah dicoret tadi. Hal tersebut dilakukan apabila jumlah data yang ada tidak terlalu besar.
Baca: KPUD NTT Akan Tetapkan DPT pada 21 April
Apabila jumlahnya terlampau besar, tutur Viryan, misalnya, ada satu rukun tetangga yang terlewat dalam pendataan, dimungkinkan bagi KPU untuk merevisi jumlah DPT. "Concern kami, menjaga dan memastikan warga negara yang punya hak dalam DPT seoptimal mungkin," tutur Viryan.
Per Jumat siang, 20 April 2018, data yang telah masuk ke sistem informasi data pemilih adalah sekitar 125 juta pemilih. Sebelumnya, KPU mencatat 6,7 juta dari 152,9 juta pemilih masuk daftar pemilih sementara (DPS) tapi belum memiliki e-KTP. Padahal e-KTP menjadi persyaratan untuk memilih.