TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan calon Gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus, sebagai tersangka korupsi pengadaan lahan fiktif Bandar Udara Bobong. Kasus dugaan korupsi yang menjerat Ahmad itu terjadi saat dia menjadi Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010.
“KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di kantornya pada Jumat, 16 Maret 2018.
Baca: Cagub Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus Fokus Kampanye
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses di laman kpk.go.id, kekayaan Ahmad selama menjabat Bupati Kepulauan Sula dari 2005 sampai 2010 mengalami peningkatan. Ahmad pertama kali melaporkan harta kekayaannya pada 30 Maret 2005. Saat itu, ia baru saja terpilih sebagai Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010.
Dalam laporan kekayaannya, Ahmad melaporkan jumlah seluruh hartanya mencapai Rp 7.633.906.000. Kekayaan Ahmad didominasi harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan senilai Rp 4.128.906.000.
Baca: Harta Cagub Maluku Utara Tersangka Korupsi Mencapai Rp 52 Miliar
Untuk harta bergerak berupa mobil dan kapal laut, Ahmad memiliki harta senilai Rp 2.455.000.000. Sedangkan untuk harta bergerak berupa logam dan batu mulia, Ahmad memiliki kekayaan senilai Rp 270.000.000. Selain itu, dia tercatat memiliki uang simpanan dalam bentuk giro dan kas senilai Rp 780.000.000.
Lima tahun kemudian, Ahmad kembali terpilih sebagai Bupati Kepulauan Sula untuk periode 2010-2015. Ia pun melaporkan kembali jumlah harta kekayaannya.
Dalam laporan kekayaan yang dia laporkan pada 21 April 2010, kekayaan Ahmad telah bertambah menjadi Rp 36.771.963.438 atau bertambah sekitar Rp 29 miliar dibanding saat pertama kali menjabat sebagai kepala daerah Kepulauan Sula. Jumlah tersebut belum ditambah dengan simpanannya dalam bentuk mata uang asing senilai US$ 110 ribu.
Dalam laporannya saat itu, harta tidak bergerak masih mendominasi kekayaan Ahmad dengan total Rp 21.500.227.500. Sedangkan harta bergerak berupa mobil dan kapal laut senilai Rp 5.855.000.000.
Kekayaan dalam bentuk logam dan batu mulia milik Ahmad tercatat Rp 1.019.000.000. Sedangkan surat berharga senilai Rp 349.000.000, serta giro dan kas Rp 8.236.483.907.
Dalam LHKPN terakhirnya, kekayaan Ahmad mencapai Rp 52.241.112.194 atau lebih dari Rp 52 miliar. Laporan kekayaan itu belum merinci jenis kekayaan yang dimiliki Ahmad. Namun status laporan Ahmad sudah terverifikasi.
Dalam kasus dugaan pembelian lahan fiktif Bandara Bobong, KPK juga menetapkan Ketua DPRD Kepulauan Sula periode 2009-2014, Zainal Mus, sebagai tersangka. Keduanya diduga menggunakan modus seolah-olah Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula membeli tanah milik masyarakat, padahal tanah yang dibeli milik Zainal.
Jumlah kerugian negara dari kasus ini diperkirakan mencapai Rp 3,4 miliar. Dari total Rp 3,4 miliar dari kas daerah Kabupaten Sula, Rp 1,5 miliar diduga ditransfer ke Zainul. Zainul berperan sebagai pemegang surat kuasa pembayaran pelepasan tanah. Sedangkan Rp 850 juta diterima Ahmad melalui pihak lain dengan tujuan menyamarkan. “Sisanya diduga mengalir ke pihak-pihak lain,” ujar Laode.
Laode mengatakan kasus ini pernah ditangani Kepolisian Polda Maluku Utara. Namun, pada 2017, Ahmad Hidayat Mus mengajukan praperadilan dan Pengadilan Negeri Ternate mengabulkan gugatannya. Polda Maluku pun mengeluarkan SP3 untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut. “Sejak saat itu, KPK berkoordinasi kepada Polda dan Kejati Maluku Utara untuk membuka penyelidikan baru atas kasus ini,” ucap Laode.