TEMPO.CO, Jakarta - Sejak Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Sukarnoputri memutuskan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus untuk diusung dalam pemilihan gubernur Sumatera Utara pada 7 Januari 2018, jalan duet tersebut tak mulus. Pasalnya, PDIP hanya punya modal 16 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat.
Kekurangan empat kursi coba ditambal dengan membangun koalisi bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun upaya itu tidak mudah. Sebab, meskipun komunikasi antarelite politik dua partai lawas itu sudah klop pada detik-detik akhir menjelang tenggat, namun di tataran bawah muncul penolakan dari kader PPP.
Baca juga: Palagan Baru Edy Rahmayadi di Pilgub Sumut
Ketua PPP Sumatera Utara Yulizar Lubis mengatakan sebagai partai berasaskan Islam, mereka ingin mengusung calon sendiri sesuai visi dan misi partai. Duet Djarot-Sihar, kata dia, tidak mencerminkan wajah PPP. Puncaknya Yulizar dan kawan-kawan memboikot pendaftaran Djarot-Sihar ke Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara.
Dewan Pimpinan Pusat PPP bersikap tegas dengan menonaktifkan Yulizar yang dianggap berseberangan dengan Jakarta. Belakangan Ketua Umum PPP Romahurmuziy mengakui pemberian dukungan pada Djarot-Sihar di pilgub Sumut sebagai 'barter politik' atas sokongan partai berlambang banteng moncong putih itu pada Taj Yasin Maimoen, putra KH Maimoen Zubair. Maimoen ialah Ketua Dewan Syura PPP sekaligus salah satu sesepuh Nahdlatul Ulama.
Jalan terjal Djarot-Sihar tak berhenti di situ. Seorang warga bernama Hamdan Noor Manik pada 14 Februari 2018 mengadukan Sihar ke Badan Pengawas Pemilu Sumatera Utara dengan tuduhan ijazah yang diserahkan Sihar ke KPU tidak dilengkapi dengan nomor seri ijazah. Hamdan yang juga adik mantan Ketua KPU Husni Kamil Malik (almarhum) itu meminta KPU Sumatera Utara memverifikasi ulang ijazah sluruh pasangan calon.
Nama Sihar Sitorus, 49 tahun, mulai menyeruak ke permukaan setelah menjabat anggota Komite Eksekutif atau Exco Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di era Ketua Umum Djohar Arifin. Namun ia dipecat Komisi Disiplin PSSI dalam kongres luar biasa organisasi tersebut pada Juni 2013 karena diduga memalsukan tanda tangan Djohar.
Sihar dipecat bersama anggota Exco lainnya, Bob Hippy, Tuti Dau, Farid Rahman dan Widodo Santoso. Namun Sihar membantah berbuat lancung. Ia justru mengkritik balik Ketua Komisi Disiplin PSSI Hinca Panjaitan karena memecat sejumlah Exco tanpa diklarifikasi sebelumnya.
Pada 2014 pengusaha bernama lengkap Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus itu memutuskan masuk gelanggang politik praktis sebagai kader PDIP. Ia turut terjun sebagai juru kampanye Joko Widodo-Jusuf Kalla yang diusung PDIP.
Baca juga: Takdir Trah Soekarno di Pusaran Pilkada Jawa Timur
Dunia politik merupakan medan baru bagi pria kelahiran Jakarta, 13 Juli 1968 itu lantaran sejak lulus SMA di ibu kota, dia mendalami ilmu bisnis di Bachelor of Science in Businees Administration University of Arizona dan lulus pada 1987. Ia melanjutkan pendidikannya ke Master of Businees School, Manchester, Inggris dan lulus pada 2005. Sebelum masuk kancah politik Sihar dikenal sebagai wirausahawan dan pebisnis yang ulet.
Pengamat politik Muradi menilai Sihar merupakan orang yang pas untuk melapis Djarot. Pasangan tersebut, kata Muradi, dianggap sebagai "komposisi etnik" yang baik jika melihat karakter masyarakat Sumatera Utara. "Sebagai putra daerah, Sihar Sitorusdapat merepresentasikan masyarakat setempat. Ia juga anak pengusaha besar, DL Sitorus, yang memiliki jejaring luas di daerahnya," kata Muradi kepada Tempo, Selasa, 9 Januari 2017.