TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta menolak permohonan pasangan calon Gubernur dan Wakil DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang meminta untuk membatalkan aturan mengenai kampanye di putaran kedua.
Aturan itu tertuang dalam Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum DKI nomor 49 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 Putaran Kedua.
Baca: Penolakan Cuti Kampanye, Bawaslu DKI Putuskan Gugatan Ahok-Djarot
Ketua Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta Mimah Susanti mengatakan lembaganya tak mengabulkan permohonan Basuki-Djarot lantaran tidak beralasan hukum. Sebab, kata Mimah, KPU DKI memiliki wewenang untuk mengatur teknis tahapan kampanye.
Kewenangan itu diatur dalam Peraturan KPU RI Nomor 6 Tahun 2016. “Bahwa sudah tepat tindakan termohon (KPU DKI) untuk mengeluarkan SK 49,” ujar Mimah usai membacakan putusan, Rabu, 22 maret 2017.
Sebelumnya, Basuki-Djarot melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan sengketa ke Bawaslu DKI agar surat keputusan nomor 49 dibatalkan. Mereka menilai Surat Keputusan KPU DKI Jakarta nomor 49 Tahun 2017 tersebut merugikan pihaknya dengan alasan tak ada kepastian hukum bagi peserta pilkada.
Surat keputusan terbaru itu memuat aturan kampanye di putaran kedua yang mengharuskan inkumben untuk cuti kembali selama lebih dari sebulan, dari 7 Maret hingga 15 April 2017.
Sedangkan dalam surat keputusan nomor 41 Tahun 2016 tentang Tahapan, Jadwal, dan Program Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang diatur pada lampiran angka 5, kampanye berlangsung hanya sepekan lebih berupa penajaman visi dan misi (debat).
“Kok tiba-tiba muncul SK 49 ini. Ini jelas merugikan karena bertentangan dengan aturan sebelumnya,” ujar juru bicara Tim Pemenangan Basuki-Djarot, I Gusti Putu Arta, Ahad lalu.
Komisioner Bawaslu DKI Muhammad Jufri mengatakan dalam SK 49 juga mengatur penetapan daftar pemilih tetap di putaran kedua. Jika SK tersebut dibatalkan maka proses penyusunan daftar pemilih di putaran kedua batal. “Dan berpotensi menghilangkan hak konstitusional pemilih di putaran kedua,” ujar Gusti. Adapun dalam SK 41 belum mengatur mengenai daftar pemilih tetap di putaran kedua.
Kuasa hukum Basuki-Djarot, Pantas Nainggolan, mengatakan pihaknya tidak akan berhenti di Bawaslu DKI. Dia menyatakan bakal membawa persoalan ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dan ke komisi hukum Dewan Perwakilan Rakyat. “Kami pelajari dulu dan secepatnya kami bawa ke DPR,” kata Pantas.
Baca juga: KPUD DKI Wajibkan Ahok-Djarot Cuti Lagi di Putaran Kedua
Komisioner Komisi Pemilihan Umum DKI Mochammad Sidik mengatakan lembaganya tak menyalahi aturan dalam membuat SK 49. “Saya kira argumentasi kami kuat bahwa wewenang kami untuk membuat aturan teknis. Dan itu ada landasan hukumnya,” ujar Sidik.
DEVY ERNIS