TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Populi Center Usep S Ahyar mengatakan warga Jakarta terbelah karena terdampak pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. “Pilkada menyebabkan perpecahan. Ada penindasan dan tekanan politik ketika memilih berbeda dengan masyarakat umum,” kata Usep, Senin, 27 Februari 2017.
Salah satu contoh yang terlihat di depan mata, kata Usep, adalah kasus pengurus Masjid Al-Jihad di Kelurahan Karet, Setiabudi, Jakarta, yang memasang spanduk bertuliskan “Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenasah Pendukung & Pembela Penista Agama,” ujar Usep.
Baca: Tolak Salatkan Pemilih Ahok, Ini Penjelasan Masjid Al Jihad
Belum lagi kasus dugaan penodaan agama oleh calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Kasus Ahok dan pidatonya di Kepulauan Seribu yang dianggap menistakan surat Al-Maidah itu menyebabkan berbagai aksi protes oleh kaum muslim, yakni aksi 411 atau 4 November dan 212 atau 21 Februari.
Tekanan ini, Usep menambahkan, berpengaruh terhadap pribadi masing-masing pemilih. Usep mengatakan, dari hasil exit poll pada putaran pertama, ada 20 persen pemilih yang tidak mau mengungkapkan pilihannya. “Ini diduga ada tekanan politik terhadap pilihan politik,” ucap Usep.
Hal itu, ucap Usep, disebut sebagai pertarungan dominasi simbolik, baik yang bernaung di balik demokrasi mau pun agama. “Padahal tidak ada fakta atau rasionalitas yang jelas,” kata Usep. Menurut Usep, tekanan politik yang mengatasnamakan demokrasi atau agama tersebut akhirnya akan berpengaruh terhadap pilihan pemilih.
Baca juga: Masjid Tolak Pendukung Ahok, Djarot Nilai Ada Unsur Politik
“Dominasi politik pada pemilu lalu sangat kental. Calon banyak yang mengatasnamakan demokrasi atau agama. Padahal, mereka sendiri tidak tahu rasionalitas mana yang benar,” kata Usep. “Kalau terus-terusan ditekankan, itu akan berpengaruh kepada kita,” ujar Usep.
ZARA AMELIA | ALI ANWAR