TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengingatkan para pemilih dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta putaran kedua nanti untuk merahasiakan pilihannya. Sebab, pada putaran pertama, dia menilai masyarakat terlalu open terhadap pilihannya.
“Masyarakat terlalu mengungkap pilihan pribadi ke publik. Kerahasiaan tidak dijamin, bahkan oleh pemilihnya sendiri,” kata Masykurudin, Senin, 27 Februari 2017.
Baca: Pilkada DKI Putaran Dua, KPU Susun Aturan Tambah Pemilih Pemula
Sikap pamer ini, menurut dia, menentang asas pemilihan umum Indonesia yang sesuai dengan konstitusi, yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia. “Kalau kita membuka pilihan pribadi ke publik, apalagi di media sosial, aspek kerahasiaan dalam pemilu tidak ada lagi. Mungkin bisa ditahan,” ucap Masykurudin.
Menurut dia, aksi pamer tersebut hanya akan menimbulkan perpecahan, misalnya ketika pilihannya kalah dalam pilkada. “Kalau (pilihan yang dipamerkan) kalah atau menang, akan ada proses bullying, mengejek, dan merendahkan terhadap pilihannya,” ujar Masykurudin.
Meski begitu, pemilih punya hak dan boleh menyuarakan dukungannya. Namun, tutur Masykurudin, itu hanya boleh dilakukan sebelum hari pemungutan suara. “Kita boleh sangat aktif menggunakan media sosial untuk mengkampanyekan calon atau visi-misinya. Tapi dalam hal merahasiakan pilihan itu penting,” katanya.
Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta mencatat tingkat partisipasi pemilih mencapai rekor tertinggi, yaitu 77 persen. Angka ini meningkat cukup tinggi dibanding pada 2012 yang hanya 65 persen. Namun euforia pemilih yang besar pada pilkada tahun ini juga menimbulkan kekhawatiran penyelenggara karena maraknya aksi pamer pemilih terhadap pasangan calon pilihannya.
ZARA AMELIA | NINIS