TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute menginisiasi seruan moral kebhinekaan menjelang pelaksanaan pilkada 2018. Seruan berisi enam poin itu melibatkan para tokoh, akademisi, dan aktivitis dan ditujukan kepada pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat.
Baca juga: Ratusan Aktivis Sampaikan Seruan Kebhinekaan Menghadapi Pilkada
"Alasan seruan ini karena semakin menguatnya fundamentalisme agama yang dapat mengganggu kebhinekaan, khususnya menghadapi pilkada 2018 dan pemilu 2019," kata Ketua Setara Institute Hendardi di Hotel Atlet Century, Jakarta Pusat, Selasa, 20 Februari 2018.
Berikut enam seruan moral kebhinekaan tersebut:
1. Merawat, menjaga dan memperjuangkan kebhinekaan Indonesia pada dasarnya merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang primordial berbasis suku/etnis, agama, ras, golongan dan daerah. Maka kita semua harus mengeluarkan segenap upaya yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap ancaman atas kebhinekaan tersebut.
2. Pemerintahan negara sebagai pengelola berbagai sumber daya politik, hukum, dan keamanan, harus mengambil tindakan yang tepat dan profesional dalam merespons setiap upaya yang mengancam kebhinekaan dan memecah belah antarelemen bangsa yang bhineka.
3. Presiden Joko Widodo berulangkali menegaskan bahwa "tidak ada tempat bagi intoleransi di Indonesia" dan "kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi". Maka, standing position presiden tersebut harus memberikan energi tambahan bagi setiap aparat pemerintahan di bawah kendali presiden untuk menindak setiap ancaman atas kebhinekaan.
4. Kompetisi di setiap perhelatan politik, termasuk pemilihan kepala daerah secara serentak di 171 daerah pada tahun ini, juga pemilihan umum dan pemilihan presiden/wakil presiden tahun depan, tidak boleh menggunakan cara-cara Machiavellis melalui politisasi agama, kampanye hitam, dan syiar kebencian berbasis sentimen SARA yang dapat mengancam kohesi sosial, kebhinekaan, dan integrasi nasional.
Baca juga: Wiranto: Kebanggaan Bangsa di Pilkada 2018 Ini Dipertaruhkan
5. Setiap elemen masyarakat, khususnya yang memiliki peran di bidang pendidikan, baik di institusi-institusi pendidikan resmi maupun pendidikan kemasyarakatan juga pendidikan di tingkat keluarga, perlu mengambil peran lebih untuk menanamkan bahwa kebhinekaan merupakan ruh kebangsaan kita, sehingga setiap orang harus memiliki "cipta, rasa, dan karsa" untuk berinteraksi secara damai dalam perbedaan dan keberagaman.
6. Para tokoh dan pemuka agama, sebagai simpul utama spiritualitas-keagamaan dalam dimensi transendental maupun sosial, memiliki peran sentral dalam merawat, menjaga, dan memperjuangkan kebhinekaan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Karena itu mereka harus memastikan bahwa pendidikan dan pengajaran keagamaan efektif membentuk kepribadian bangsa dan mencegah segala upaya yang dapat memecah-belah antar elemen bangsa dengan menggunakan sentimen-sentimen keagamaan.