TEMPO.CO, Palangkaraya - Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Palangkaraya menyatakan kekecewaan dengan dihentikannya kasus dugaan mahar politik pilkada yang melibatkan pasangan yang gagal maju sebagai calon wali kota Palangkaraya Jhon Krisli- Maryono. Kasus yang melibatkan dua partai calon pengusungnya yaitu Partai Gerindra dan PPP itu tidak bisa dilanjutkan ke ranah hukum.
"Pihak penyidik kepolisian yang tergabung sentra Gakkumdu menyatakan kasus itu tidak cukup alat bukti,"Kata Ketua Panwaslu Endrawati Palangkaraya, Selasa, 6 Februari 2018.
Baca juga: Empat Provinsi Rawan Gunakan Isu SARA dalam Pilkada 2018
Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) terdiri dari beberapa unsur seperti Panwaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Endrawati mengaku kecewa atas penghentian kasus ini karena pihaknya merasa sudah bekerja keras mengungkap kasus tersebut.
Saat pertama memanggil bakal calon pasangan tersebut, Endrawati mengatakan pihaknya menemukan adanya petunjuk awal. Namun karena di rapat Sentra Gakkumdu itu ada 3 instansi, pihaknya kalah voting.
"Kami sangat kecewa, karena itu merupakan hasil penelusuran kami dari tanggal 16-24 Januari dan pada tanggal 30 Januari ditetapkan sebagai temuan," kata Endrawati.
Kekecewaan juga diungkapkan Ketua Bawaslu Kalimantan Tengah Satriadi. Namun dia mengatakan proses yang terjadi di Gakkumdu harus diterima. "Ternyata menurut Gakkumdu kasus ini kurang barang bukti, kami bisa apa, mekanismenya seperti itu," ujar Satriadi.
Kasus dugaan mahar politik bermula dari pengakuan Jhon Krisli yang menyatakan ia dan pasangannya Maryono dimintai sejumlah uang oleh partai yang bakal mengusungnya di pilkada wali kota Palangka Raya.
Jhon yang saat ini Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur itu mengaku diminta oleh Partai Gerindra uang satu kursi Rp 350 juta. Di DPRD Kota Palangkaraya partai ini punya 4 kursi, sehingga uang yang harus diberikan adalah Rp 1,4 miliar. Kemudian untuk PPP ada 2 kursi dan partai ini meminta total Rp 1 miliar.
Baca juga: Uang Suap Bupati Jombang untuk Kampanye Pilkada 2018
Jhon mengaku tak memenuhi permintaan itu dan hanya memberikan uang Rp 500 juta untuk Partai Gerindai. Rinciannya untuk saksi Rp 350 juta dan Rp 150 juta untuk uang pembinaan partai. Sedangkan untuk PPP uang yang diminta yang belum sempat diberikan.
Pada 25 Januari 2018 semua pihak yang bertikai melakukan kesepakatan damai.