Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok didampingi Ketua Dewan Pimpinan Daerah GolkarDKI Jakarta Fayakhunmengunjungi Kabupaten Kepulauan Seribu untuk menjalin kerjasama antara Pemprov DKI Jakarta dengan Sekolah Tinggi Perikanan (STP) untuk budi daya ikan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu Utara, 27 September 2016. TEMPO/Larissa
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Riset Indonesia Toto Sugiarto mengatakan saat ini Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masih yang terkuat dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017. Menurut dia, tone pemberitaan positif tentang Ahok masih yang tertinggi dibandingkan dua penantangnya, Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Untuk bisa mengalahkan Ahok, Toto mengatakan para penantangnya bisa mengolah isu perbaikan ekonomi di DKI Jakarta. "Ini celah bagi penantang untuk meyakinkan publik soal perbaikan ekonomi dan kesejahteraan. Ini membuat penantang bisa naik (menyaingi Ahok)," kata Toto di Resto Jambal Roti, Bellagio Boutique Mall, Jumat, 14 Oktober 2016.
Toto mengatakan penantang bisa memanfaatkan kondisi masyarakat yang melodramatis. Artinya, kata dia, penantang membuat masyarakat bersimpati sebagai pasangan calon yang diremehkan. "Ini celah penantang untuk antitesis bagi yang tidak disukai publik," kata Toto.
Selain itu, Toto mengatakan penantang bisa menjadikan dia sebagai underdog. Ini dikenal dengan istilah memompa ban kempis. "Ini sikap orang kita kebanyakan memberi dukungan kepada calon terlemah, dan bisa jadi penentu kemenangan calon underdog," ucap Toto.
Sedangkan menurut peneliti senior dari Centre For Strategic and International Studies (CSIS), Philip J. Vermont, mengatakan citra calon akan menentukan pemilih dalam menentukan kandidat. Ini harus dibentuk selama kampanye yang lama. "Ini tugas tiga kandidat membentuk citra yang baik dan menyenangkan," ujarnya.
Ia juga mengatakan kehadiran Anies dan Agus memberikan efek kejut bagi masyarakat. Menurut Philip, ini berguna untuk momentum meningkatkan citra positif calon. "Ahok inkumben memang populer. Tapi ada pemilu di seluruh dunia, yang suaranya tidak besar punya momentum terhadap efek kejut dan menang," katanya.