Bawaslu: Dana Desa Rawan Jadi Bansos Pilkada
Editor
Eko Ari Wibowo
Selasa, 8 Desember 2015 02:04 WIB
TEMPO.CO, Pontianak - Badan Pengawas Pemilihan Umum menyatakan Kabupaten Bengkayang merupakan daerah yang paling rawan praktek politik uang di Kalimantan Barat. “Di Kalbar, Kabupaten Bengkayang yang paling mencolok, yakni penyelewengan dana bantuan sosial dari Dana Desa, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat dan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat,” ujar Rikson Nababan, tim ahli Bawaslu, di Pontianak, Senin 7 Desember 2015.
Berdasarkan data yang ada, kata Rikson, potensi pelanggaran terkait penyalahgunaan dana Bantuan Sosial memang banyak. Untuk itu, kata dia, hal ini menjadi objek pengawasan yang diprioritaskan oleh Bawaslu. Terkait politik uang, Rikson berharap semua pihak mau ikut melakukan pengawasan. Terlebih politik uang kerap dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
"Pengawas Pemilu memerlukan bukti adanya uang, kronologi kejadian, dan saksi untuk menggolongkan tindakan seseorang atau sekelompok sebagai pelanggaran Pilkada. Sehingga sanksi yang diberikan paling tidak pembatalan pasangan calon," ujarnya.
Rikson menyatakan, pelanggaran Pilkada juga bisa dijerat dengan sanksi pidana. Tetapi, setelah terbukti di persidangan bahwa unsur penyuapan terjadi. Namun hal ini berada di ranah pihak kepolisian dan kejaksaan, seperti yang diatur dalam pasal 149 KUHP.
Secara terpisah, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Ajun Komisaris Besar Polisi Arianto mengatakan, sejauh ini pendistribusian logistik sudah sesuai jadwal. “Dari daerah terjauh sudah dilaporkan pendistribusian lancar, tinggal H-1 ke TPS-TPS saja,” katanya.
Selain itu, Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Barat meminta media ikut menjadi pengawas aktif dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah di tujuh kabupaten/kota.
“Kita tidak bentuk Satuan Tugas Khusus, namun kami rasa Pengawas TPS yang sudah direkrut bisa mengantisipasi hal ini,” ujar Muhammad, anggota Bawaslu Kalimantan Barat.
KPPS dan Pengawas TPS, kata Muhammad, direkrut dari warga sekitar sehingga dapat mengenali warga yang akan mencoblos. “Terutama jika ada warga-warga asing yang dimobilisasi dari daerah lain,” ujarnya.
Dari pengalaman saat Pilkada beberapa waktu lalu, terdapat modus operandi dari petugas PPS yang saat ini juga menjadi hal yang diantisipasi. “Ada oknum petugas yang mengantarkan formulir C6 namun dilampirkan dengan foto pasangan calon. Saat itu juga kita copot,” ujarnya.
ASEANTY PAHLEVI