Putusan Soal Dukungan Parpol di Pilkada, 4 Hakim MK Berbeda

Rabu, 11 November 2015 23:00 WIB

Seorang anggota DPD, melanggar aturan selama persidangan dilarang menggunakan alat komunikasi smartphone berfoto selfie saat berlangsungnya sidang pembacaan amar putusan Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 22 September 2015. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Empat dari Sembilan Hakim Mahkamah Konstitusi mengajukan disenting atau berbeda pendapat dalam putusan uji materi Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah dalam perkara nomor 105/PUU-XIII/2015. Keempat hakim yaitu Anwar Usman, Patrialis Akbar, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo sepakat perlu adanya aturan batas jumlah dukungan maksimal dari gabungan partai yang mengajukan pasangan calon.

"Kalau tak ada batasan maksimal atau paling banyak 60 persen, akan terjadi praktik liberalisasi yaitu borongan dukungan untuk satu pasangan saja," kata Patrialis di persidangan, Rabu, 11 November 2015.

Pasal 40 ayat (1) dan (4) berisi ketentuan, partai politik atau gabungan partai dapat mengajukan calon jika memiliki minimal 20 persen jumlah kursi atau 25 persen akumulasi suara pemilihan legislatif daerah tersebut. Pemohon, Doni Istyanto Hari Mahdi meminta MK menambahkan frasa 'paling banyak 60 persen jumlah kursi atau perolehan suara' sehingga tak terjadi monopoli pencalonan dan fenomena calon tunggal.

Menurut Patrialis, pemberian batas maksimal juga melindungi hak untuk dipilih bagi calon yang maju melalui jalur perorangan atau independen. Calon tersebut dapat berkompetisi karena secara matematis masih memiliki ruang dan harapan merebut jatah 40 persen suara yang tersisa.

"Secara otomatis, meningkatkan minat dan semangat ikut serta dalam pemilihan kepala daerah yang fair," kata dia.

Toh, keempat hakim ini harus menerima kekalahan jumlah suara karena lima hakim lainnya sepakat menolak uji materi Doni. Kelima hakim yaitu Arief Hidayat, Maria Farida Indarti, Aswanto, Manahan Sitompul dan I Dewa Gede Palguna berpendapat, Pasal 40 ayat (1) dan (4) yang tak diskriminatif dan melanggar konstitusi. Pasal tersebut justru menjamin persamaan kesempatan bagi setiap partai mengajukan calon.

"Seandainya diberi batas maksimal pun belum tentu akan mempengaruhi suara rakyat memilih pasangan calon," kata Manahan Sitompul.


FRANSISCO ROSARIANS

Berita terkait

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

41 menit lalu

Isi Kuliah Umum di Binus, Ketua MK Beberkan Soal Pengujian Undang-undang hingga Peran Mahkamah

Dalam kuliah umum, Suhartoyo memberikan pembekalan mengenai berbagai aspek MK, termasuk proses beracara, persidangan pengujian undang-undang, kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa, dan manfaat putusan MK.

Baca Selengkapnya

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

18 jam lalu

Pengamat: Proses Sidang Sengketa Pilpres di MK Membantu Redam Suhu Pemilu

Ahli politik dan pemerintahan dari UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan sidang sengketa pilpres di MK membantu meredam suhu pemilu.

Baca Selengkapnya

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

20 jam lalu

Pakar Ulas Sengketa Pilpres: MK Seharusnya Tidak Berhukum secara Kaku

Ahli Konstitusi UII Yogyakarta, Ni'matul Huda, menilai putusan MK mengenai sengketa pilpres dihasilkan dari pendekatan formal legalistik yang kaku.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

22 jam lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya

Alasan Mendagri Sebut Pilkada 2024 Tetap Digelar Sesuai Jadwal

1 hari lalu

Alasan Mendagri Sebut Pilkada 2024 Tetap Digelar Sesuai Jadwal

Pilkada 2024 digelar pada 27 November agar paralel dengan masa jabatan presiden terpilih.

Baca Selengkapnya

Dianggap Tak Serius Hadapi Sidang Sengketa Pileg oleh MK, Komisioner KPU Kompak Membantah

1 hari lalu

Dianggap Tak Serius Hadapi Sidang Sengketa Pileg oleh MK, Komisioner KPU Kompak Membantah

Komisioner KPU menegaskan telah mempersiapkan sidang di MK dengan sungguh-sungguh sejak awal.

Baca Selengkapnya

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

1 hari lalu

Caleg NasDem Ikuti Sidang secara Daring, Hakim MK: di Tempat yang Layak, Tak Boleh Mobile

Caleg Partai NasDem, Alfian Bara, mengikuti sidang MK secara daring tidak bisa ke Jakarta karena Bandara ditutup akibat erupsi Gunung Ruang

Baca Selengkapnya

Sidang Sengketa Pileg, Hakim Arief Hidayat Bingung Tanda Tangan Surya Paloh Beda

1 hari lalu

Sidang Sengketa Pileg, Hakim Arief Hidayat Bingung Tanda Tangan Surya Paloh Beda

Hakim MK Arief Hidayat menyinggung tanda tangan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang berbeda di suratarie kuasa dan KTP.

Baca Selengkapnya

Kelakar Saldi Isra di Sidang Sengketa Pileg: Kalau Semangatnya Begini, Timnas Gak Kalah 2-1

1 hari lalu

Kelakar Saldi Isra di Sidang Sengketa Pileg: Kalau Semangatnya Begini, Timnas Gak Kalah 2-1

Hakim MK, Saldi Isra, melemparkan guyonan mengenai kekalahan Timnas Indonesia U-23 dalam sidang sengketa pileg hari ini.

Baca Selengkapnya

Caleg Ini Minta Maaf Hadir Daring di Sidang MK Gara-gara Erupsi Gunung Ruang

2 hari lalu

Caleg Ini Minta Maaf Hadir Daring di Sidang MK Gara-gara Erupsi Gunung Ruang

Pemohon sengketa pileg hadir secara daring dalam sidang MK karena bandara di wilayahnya tutup imbas erupsi Gunung Ruang.

Baca Selengkapnya