TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah warga Jakarta kehilangan hak pilih dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rabu, 15 Februari 2017. Warga yang tak bisa memilih itu sebagian merupakan penghuni rumah susun dan apartemen. Sebanyak 50 hingga 60 orang penghuni rumah susun sewa Rawa Bebek, misalnya, tak bisa mencoblos. Tempat pemungutan suara penghuni Rusun Rawa Bebek berada di bawah Panitia Pemungutan Suara (PPS) Pulogebang, Jakarta Timur.
Ketua PPS Pulogebang Alkoni mengatakan 50-60 pemilih tersebut merupakan penghuni Blok A, B, dan C Rusun Rawa Bebek. Di tempat itu, kata dia, ada 340-an orang yang memiliki hak pilih. Namun, dari jumlah itu, yang namanya terpampang di tempat pemungutan suara (TPS) hanya 290-an orang. “Sisanya ternyata terdata di TPS Pasar Ikan Luar Batang, Jakarta Utara,” katanya, Kamis, 16 Februari 2017.
Baca juga:
Ahok-Djarot Punya Peluang Gaet Pemilih Agus-Sylvi
Polri Dorong Masyarakat Laporkan Kecurangan Pilkada
Alkoni menuturkan, sengkarut daftar pemilih tetap juga terjadi di blok lain. Dia menyebutkan ada 400-an undangan untuk pemilih yang tinggal di blok lain rumah susun itu. Sebagian dari mereka berasal dari Bukit Duri, Jakarta Selatan, yang rumahnya digusur akibat normalisasi Kali Ciliwung. Tapi mereka tak bisa mencoblos karena namanya justru terdata di TPS Bukit Duri.
Alkoni mengatakan, ketika dimintai keterangan oleh tim pemutakhiran DPT, mereka memang menyatakan ingin memilih di Bukit Duri. Ketika hari pencoblosan, kata dia, panitia juga sudah menyediakan bus. “Tapi hanya sebagian dari mereka yang berangkat ke Bukit Duri,” katanya.
Menurut dia, hilangnya hak pilih penghuni rumah susun itu terjadi karena tim pemutakhiran DPT sulit mencocokkan data para penghuni baru tersebut. Warga yang baru direlokasi itu sangat sensitif ketika dimintai keterangan mengenai identitasnya. “Saat pemutakhiran data, emosi mereka belum stabil dan kami tak bisa memaksakannya,” ujarnya.
Warga Rumah Susun Sewa Cipinang Besar Selatan (Cibesel), Jakarta Timur, juga kehilangan hak pilihnya. Penghuni Blok D Rumah Susun Cibesel, Iwan Hermawan, tak bisa memilih di TPS yang berada di area rumah susun karena tidak memperoleh undangan. Alhasil, dia dan istrinya berupaya agar bisa memilih dengan membawa kartu tanda penduduk elektronik dan kartu keluarga. “Hingga akhir pencoblosan, tidak ada kertas suara tersisa,” katanya.
Baca juga:
Ahok-Djarot Vs Anies-Sandi, Begini Pertarungan Berebut Suara
Ini Syarat Demokrat Mau Berkoalisi dengan Anies-Sandi
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, Masykurudin Hafidz, mengatakan, dari 940 TPS di empat kota Jakarta, sebanyak 235 TPS (25 persen) mengalami masalah dalam penggunaan hak pilih. Menurut dia, perpindahan penduduk ke tempat lain, seperti akibat penggusuran, menjadi salah satu penyebab kacaunya data DPT. “Pemutakhiran data DPT oleh KPU Jakarta belum maksimal,” tuturnya.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Bidang Pencalonan dan Kampanye, Dahliah Umar, mengatakan tim pemutakhiran DPT sulit mencocokkan data pemilih. “Kami kesulitan mendata penghuni apartemen dan rumah susun karena mereka tak memberikan akses, sulit ditemui, dan tak ada data penghuni dari pengelola,” katanya.
EGI ADYATAMA | DIKO OKTARA | GANGSAR PARIKESIT