TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan ketiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Ketua Bawaslu Jakarta Mimah Susanti mengatakan pelanggaran terbanyak dilakukan pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. "Ada 134 totalnya," kata Mimah kemarin.
Sedangkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat melakukan pelanggaran sebanyak 58 kali serta pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno 56 pelanggaran.
Mimah mengatakan pelanggaran yang dilakukan beragam, mulai kampanye membawa anak kecil, penggunaan fasilitas negara, hingga kampanye di tempat ibadah. Bawaslu juga menemukan adanya dugaan politik uang yang dilakukan pasangan Agus-Sylvi.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan pasangan nomor urut satu ini ditemukan Panitia Pengawas Pemilu Jakarta Utara pada pertengahan bulan lalu. Pada saat Agus sedang kampanye tertutup di GOR Jakarta Utara pada 13 November lalu, anak dari mantan presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono ini menjanjikan Rp 1 miliar per RW jika dia terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Agus menyatakan bakal mengalokasikan dana yang bersumber dari APBD itu untuk memberdayakan komunitas RT/RW.
Baca:
Kejaksaan Agung Tak Menahan Ahok, Ini Alasannya
Disoraki 'Penista Agama', Djarot Menjawab Kalem: Permisi...
Panitia pengawas menilai janji yang diutarakan Agus masuk dalam kategori dugaan politik uang. Soalnya, kata Mimah, ada iming-iming duit yang disampaikan saat kampanye. Padahal, dalam aturan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, setiap calon dilarang menjanjikan atau memberikan uang. "Kalau terbukti bisa dipidana dan pencalonannya dicabut," ujar Mimah.
Karena itu, Bawaslu melakukan penelusuran lebih jauh terkait dengan kasus tersebut. Mimah mengatakan pihaknya telah memanggil tim pemenangan Agus-Sylvi untuk dimintai klarifikasi.
Bawaslu juga telah berkoordinasi dengan sentra penegakan hukum terpadu (gakumdu) yang di dalamnya terdapat jajaran kepolisian dan kejaksaan. Koordinasi tersebut dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya unsur pidana. "Setelah berkoordinasi dengan sentra gakumdu, ternyata tidak ditemukan adanya unsur pidana," ujar Mimah.
Alasannya, kata Mimah, tim gakumudu tak menemukan bukti bahwa kasus tersebut dilakukan secara terstruktur, masif, dan sistematis. "Kan ada kriterianya jika memang terbukti sebagai tindak pidana," kata Mimah.
Unsur materil dan formil, menurut Mimah, juga tak terpenuhi. Unsur formil meliputi pelapor, kejadian, hingga pasal yang dapat menjerat. Sedangkan unsur materiil meliputi kronologis peristiwa tersebut. "Namun, di sini ada unsur pelanggaran administrasi," kata dia.
Karena ditemukan ada pelanggaran administrasi, Bawaslu kemudian melimpahkan kasus itu ke Komisi Pemilihan Umum Jakarta. Sebab, kata Mimah, janji yang disampaikan Agus itu tak tertuang dalam visi dan misi yang diserahkan kepada KPU Jakarta di awal pendaftaran. "Setelah kami cek apa yang disampaikan tidak sesuai dengan visi dan misinya," ujar Mimah.
Selain pasangan Agus-Sylvi, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno juga pernah diduga melakukan politik uang dengan memberikan santunan kepada masyarakat. Namun, kata Mimah, hal itu tak terbukti karena tidak dilakukan saat kampanye.
Mimah mengimbau semua pasangan calon tak lagi melakukan praktek tersebut. Dia pun meminta agar masyarakat turut aktif melaporkan jika ada pelanggaran yang dilakukan pasangan calon.
Baca:
Unik, Cara India Bangkitkan Patriotisme
Korupsi Alutsista, KPK Siap Bantu Kemenhan Lacak Aset
Ketua KPU Jakarta Sumarno mengaku telah menerima berkas kasus Agus. "Dua hari lalu, kami terima," kata dia. Saat ini, Sumarno mengatakan, pihaknya masih mengkaji unsur pelanggaran administrasi yang dilakukan Agus. "Masih kami kaji dulu," kata dia. Sumarno akan memanggil tim pemenangan jika dibutuhkan dalam proses pengkajian.
Sumarno mengatakan, jika terbukti melakukan pelanggaran, pasangan nomor urut satu itu akan dikenakan teguran. Pembatalan pencalonan, kata Sumarno, tak bisa serta-merta dilakukan pihaknya. Sebab, pembatalan harus berdasarkan keputusan penegak hukum. "Jadi KPU enggak bisa main batalin aja. Harus ada dasar keputusan," kata dia.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarif Hasan menyangkal bahwa janji Agus masuk ke dalam kategori pelanggaran. Dia menyebutkan bahwa yang disampaikan Agus adalah program untuk pemberdayaan RT/RW. "Sama saja kaya program satu desa Rp 1 miliar. Kan ada aturannya itu. Apa bedanya?" Kata dia. "Jadi jangan dikatakan pelanggaran karena itu kan program."
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerindra Jakarta Muhammad Taufik juga menyangkal bahwa pihaknya melakukan politik uang. "Enggak ada itu," kata dia.
DEVYERNIS