TEMPO.CO, Surabaya - Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya dinilai gagal memenuhi target kehadiran 70 persen dalam pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya. Berdasarkan hasil survei Surabaya Consulting Groups (SCG), tingkat kehadiran pemilih di Kota Surabaya hanya 53 persen, jauh dari target KPU. “Hasil terakhir hingga malam ini hanya mencapai 53 persen pemilih, sehingga jauh dari target 70 persen,” kata Direktur SCG Didik Prasetiyono kepada Tempo di posko pemenangan Risma-Whisnu, Rabu, 9 Desember 2015.
Menurut Didik, ada beberapa alasan kenapa KPU Surabaya tidak bisa mencapai target. Salah satunya banyaknya warga Kota Surabaya yang apatisme terhadap politik dan tidak peduli dengan proses pemilihan pemimpin di Kota Surabaya. “Kegagalan itu karena kurangnya edukasi politik kepada masyarakat yang banyak menganggap pemilu itu penting,” ucapnya.
Bahkan, ujar Didik, KPU Surabaya dinilai lemah dalam proses sosialisasi. Hal itu terlihat dari baliho dan spanduk yang terpasang asal-asalan dan tidak segera diganti bila rusak. “Panwaslu juga cenderung overacting karena membatasi gerak calon dan tim kampanye dalam sosialisasi.”
Selain itu, tidak validnya daftar pemilih tetap (TPS) menjadi salah satu faktor minimnya pemilih dalam pilkada Surabaya. Banyak pemilih yang mempunyai hak suara di Kota Surabaya masih tercatat di DPT meskipun yang bersangkutan sudah bertahun-tahun tidak tinggal di Kota Surabaya. “Pekerja migran dan pola hidup urban sangat mendorong dalam hal ini,” ujar Didik.
Kesempatan hari libur pilkada, menurut Didik, juga menjadi salah satu penyebab minimnya pemilih. Sebab, kaum metropolis banyak menggunakan hari libur itu untuk beristirahat atau hanya sekadar bersama keluarga di rumah. “Mereka seakan enggan mencoblos,” tuturnya.
Didik mengusulkan, ke depan, sosialisasi yang dilakukan KPU Kota Surabaya harus lebih maksimal dengan tetap mengakomodasi kreativitas grass root dalam membuat pilkada meriah. “Dengan cara itu, kami yakin bisa meningkatkan kehadiran pemilih,” katanya.
Didik juga berharap semua penyelenggara pilkada meningkatkan edukasi atau pendidikan politik sejak usia dini, supaya kesadaran dalam membangun negara bisa tertanam sejak kecil. “Validitas DPT juga harus diperhatikan, supaya lebih bagus dan valid.”
MOHAMMAD SYARRAFAH