TEMPO.CO, Banyuwangi -Pengadilan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar sidang pertama gugatan Mohammad Amrullah terhadap KPU, Bupati, dan Dinas Kependudukan setempat pada Rabu, 18 November 2015. Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu menggugat ketiganya sebesar Rp 10 miliar gara-gara namanya tak masuk daftar pemilih tetap (DPT).
Sidang yang diketuai hakim Putu Endro Sonata itu tak dihadiri tergugat satu dan tergugat dua. Sedangkan tergugat tiga diwakili kuasa hukumnya, Oesnawi. Sementara itu, penggugat didampingi empat kuasa hukumnya.
Menurut Putu Endro, karena tak dihadiri tergugat satu dan dua, persidangan ditunda pekan depan. “Sidang dilanjutkan 25 November,” kata Putu Endro.
Kepada wartawan, Amrullah mengaku kecewa karena KPU dan Bupati Banyuwangi mangkir dari persidangan tersebut. “Itu menunjukkan keduanya tak taat hukum,” kata dia.
Amrullah menjelaskan, sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pemutakhiran Data dan DPT Pemilihan Kepala Daerah, warga yang memiliki hak memilih harus berusia 17 tahun atau sudah menikah. Berikutnya dalam Pasal 4 ayat 2 C, disebutkan, untuk bisa memilih, warga harus menunjukkan kartu tanda penduduk.
Padahal hingga saat ini, kata Amrullah, dia belum memiliki KTP sebagai dampak lambannya pengurusan KTP elektronik di tingkat kecamatan dan Dinas Kependudukan. “Saya tak bisa memilih karena belum punya KTP,” kata warga Desa Pondoknongko, Kecamatan Kabat, ini.
Penjabat Bupati Banyuwangi, Zarkasi, mempersilakan bila ada warga menggugat. Sebab, adanya gugatan membuat pemkab dan KPU terus terpacu memperbaiki pemutakhiran data. “Kami sudah siapkan kuasa hukum,” katanya.
Sedangkan Oesnawi, kuasa hukum tergugat tiga, enggan berkomentar banyak. “Nanti dibuktikan dalam persidangan saja,” kata Oesnawi.
Sebelumnya, Mohammad Amrullah juga menggugat Bupati Banyuwangi, Kepala Dinas Kependudukan, dan Camat Kabat sebesar Rp 10 miliar karena lambannya kepengurusan KTP elektronik.
IKA NINGTYAS