TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilu, Mimah Susanti, mengatakan masalah administrasi yang masih terjadi pada putaran dua Pilkada DKI Jakarta tidak bisa dianggap sepele. Menurut Mimah, kasus kurangnya kertas suara di beberapa TPS perlu menjadi catatan KPU DKI agar tidak terulang di masa mendatang.
"Ini juga menjadi catatan Bawaslu bahwa problem administrasi tidak bisa dianggap sepele ya karena dari awal surat suara itu disortir, dimasukkan ke amplop tertutup itu sudah melalui proses pengawasan dan seleksi ketat oleh penyelenggara. Tapi faktanya(Surat suara kurang) terjadi pada hari. Ini menjadi catatan ke depan," kata Mimah di Hotel Arya Duta, Ahad, 30 April 2017 dini hari.
Baca:
Saksi Ahok-Djarot Tolak Tandatangan Rekapitulasi Pilkada DKI
Terkait dengan laporan tim Pasangan Calon nomor 2 soal kurangnya kertas suara itu, Mimah mengaku menunggu data resmi dan fakta yang dimiliki tim itu. Kendati demikian, pihaknya sudah sempat menanyakan hal tersebut kepada KPUD DKI.
"Sudah disampaikan ke KPU DKI Jakarta an itu sudah dijawab oleh KPU DKI Jakarta. kita sudah sampaikan secara resmi, dan KPU juga sudah mengakui adaya kekurangan surat suara itu," ujarnya.
Baca: Rekapitulasi KPU DKI, Anies-Sandi Menang Telak Atas Ahok-Djarot
Mimah pun menjelaskan contoh kasus yang terjadi di TPS 43 Kelapa Gading. Di sana, kata Mimah, tercatat 777 surat suara pada manifest dan berita acara pengiriman surat suara, namun faktanya, surat suara yang diterima hanyalah 752 surat suara. Oleh karena itu, mimah meminta hal itu dicatat di formulir c1 KWK.
"Jadi enggak boleh dicatat berdasarkan manifest atau berita acara yang diterima, nant data dari paslon dua akan dikroscek ke C1 di masing-masing TPS," kata dia lagi.
Ditanya soal kemungkinan adanya pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang, Mimah mengaku hal itu tidak bisa sembarangan ditentukan, melainkan memiliki prosedur tersendiri. Sebab, penghitungan suara kini telah sampai di tahap KPU Provinsi.
"Pleno sudah di provinsi, jadi hal itu ada di tangan timses. Apakah akan mengajukan ke MK atau bagaimana. Kalau iya, kami tungu bukti yang akan diberikan. Tapi syarat penghitungan ulang atau pemungutan suara ulang tetap harus mengacu UU No 10 tahun 2016," katanya.
INGE KLARA SAFITRI