TEMPO.CO, Bekasi - Akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali mengatakan, apa yang dikhawatirkan dirinya terhadap kemungkinan tumbangnya calon inkumben Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thajaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, terjadi.
Ahok kalah dalam hitung cepat atas lawannya Anis Baswedan-Sandiaga Uno. "Partai politik itu (sekarang) discruptif," kata Rhenald usai melaunching bukunya, Discruption, di Rumah Perubahan, Bekasi, Ahad, 23 April 2017.
Baca: Anies-Sandi Akan Jual Saham DKI di Perusahaan Bir
Rhenald mencontohkan, kemenangan Joko Widodo dalam pemilihan Presiden 2014, bukan faktor partai politik, akan tetapi karena relawan Jokowi. "Sekarang terjadi lagi (Ahok-Djarot kalah. Sudah ada Teman Ahok, masuk partai, katanya disuruh, apa akibatnya?" kata Rhenald.
Berdasarkan data hasil real count KPU DKI Jakarta, Ahok-Djarot memperoleh suara 2.351.438 suara atau 42,05 persen, sedangkan Anies-Sandi memperoleh 3.240.379 suara atau 57,95 persen. Adapun suara sah 5.591.817.
Menurut Rhenald, Ahok melawan lawan-lawan yang tak kelihatan. Sedangkan menghadapi lawan-lawan tak kelihatan, tidak mudah. "Siapa itu lawan tak kelihatan? media yang bukan teman-teman (media mainstrem)," ujar Rhenald.
Lawan yang tak kelihatan itu, ujar Rhenald, adalah semua orang orang menjadi media, menulis sendiri, dan menjadi wartawan, lalu menyebarkan berita itu lewat medianya masing-masing. "Itu lawan-lawan tak kelihatan," ujar Founder Rumah Perubahan ini.
Rhenald mencontohkan Donald Trump, yang awalnya diprediksi banyak orang akan kalah dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat, namun, hasil berkata lain, Donald Trump menang. "Donald Trump punya pasukan yang diciptakan sendiri, itu ada di luar Amerika, di salah satu negara, kemenangan bukan karena faktor partai," kata Rhenald.
Karena itu, dalam bukunya yang setebal 497 halaman tersebut Rhenald menjelaskan tentang bahwa perubahan-perubahan yang terjadi saat ini. "Sebagai ilmuan saya harus memberikan arahan kepada bangsa, agar tidak terkejut dan tahu penyebabnya. Kalau tahu penyebabnya, kita bisa tahu mengantisipasi," ujar Rhenald.
Selain politik, kata dia, dunia bisnis juga mengalami keterpurukan serupa. Sebagai contoh, perusaan taksi sekelas Blue Bird tiba-tiba melaporkan penurunan penjualannya. Tak ada catatan kemana konsumen mereka. "Kalau dulu penyebabnya kelihatan Blue Bird turun karena ada talso Ekspress," kata Rhenald.
Namun, ujar Rhenald, saat ini berbeda, lawanmua tak kehilatan. Lawan itu muncul tanpa merek, tanpa pelat kuning, orang turun tak ada yang ada membayar. Mereka adalah taksi online. "Masih banyak lagi contohnya, perbankan, hotel, dan lainnya," ucap Rhenald.
Baca juga: Kalah di Pilkada DKI, Tagar AhokForBali1 Jadi Trending Topic
Karena itu, menurut Rhenald, hasil sekolah 20 tahun yang lalu tak bisa digunakan pada hari ini. Sebab, kalau ilmu-ilmu lawas itu digunakan, maka akan bertanding melawan ilmu masa depan yang dipakai hari ini. "(Ilmu masa depan) harganya lebih murah, mudah akses, dan berdampak penghancuran," ujar Rhenald.
ADI WARSONO