TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, menanggapi santai isu dugaan penggelembungan daftar pemilih tetap (DPT) menjelang pemungutan suara putaran kedua pemilihan umum kepala daerah DKI Jakarta. Menurut Djarot, penggelembungan tidak mungkin terjadi karena DPT ditetapkan berdasarkan data valid. "Yang bilang siapa? Di cek saja," ujar Djarot di kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jakarta, Sabtu, 8 April 2017.
Djarot menilai penggelembungan DPT itu tidak benar. Dia menduga, isu itu disebar dengan motif persaingan pilkada DKI. Dia khawatir, jika terus berkembang, isu tersebut bisa menimbulkan perasaan saling curiga di masyarakat.
Baca: DKPP Putuskan Ketua KPU DKI Sumarno Melanggar Kode Etik
Menurut Djarot, penambahan DPT yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta sudah melalui proses yang transparan. Apalagi pada putaran pertama lalu banyak warga Jakarta yang belum masuk DPT.
"Misalnya ada yang merasa digelembungkan, ini kan masih ada waktu, telusuri supaya betul-betul fix," katanya. "Siapa pun yang mempunyai hak, harus mendapatkan haknya. Tidak boleh menghilangkan hak konstitusional warga, termasuk juga mereka yang tidak mempunyai hak tidak boleh untuk masuk menggunakan hak pilihnya."
Baca: Sambangi Kantor PWNU, Djarot: Warga Nahdliyin Boleh Memilih
Sebelumnya, sekretaris tim pemenangan Anies-Sandi, Syarif, menyatakan pihaknya menolak penetapan DPT pilkada DKI putaran kedua dalam rapat pleno rekapitulasi DPT, Kamis, 6 April 2017. Menurut Syarif, banyak data invalid yang tercantum dalam daftar pemilih tetap.
Selain itu, Sandiaga Uno sempat menyebut dugaan penggelembungan jumlah pemilih di putaran kedua untuk pemungutan suara pada 19 April mendatang. "Ada peningkatan (jumlah pemilih) di putaran kedua yang sangat mengkhawatirkan. Seperti ada penggelembungan dan mobilisasi," katanya, Jumat, 7 April 2017.
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan DPT pilkada DKI putaran kedua sejumlah 7.218.280 dari sebelumnya yang berjumlah 7.108.589 pemilih.
INGE KLARA SAFITRI