TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Polmark Research Center Eep Saefullah Fatah mengatakan faktor agama bukan menjadi hal yang paling dipertimbangkan oleh pemilih dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Dia menyebut faktor agama hanya mempengaruhi 9 persen pemilih.
"Faktor paling besar adalah pertimbangan pribadi dirinya sendiri," kata dia, Selasa, 28 Februari 2017. Dari survei yang dilakukannya, faktor ini menguasai 70 persen pemilih.
Eep menjelaskan, yang dimaksud faktor pribadi ini adalah ketika pasangan calon mampu menyentuh pribadi pemilih. Misalnya, saat ada program pasangan calon yang menawarkan program yang bisa menguntungkan pemilih.
Menurut Eep, hal ini berhasil saat era pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Joko Widodo yang saat itu mencalonkan diri hanya bermodalkan Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat. Dia juga melakukan kampanye yang simpel. "Namun itu mengena pada pribadi orang," katanya.
Faktor kedua yang bisa mempengaruhi pilihan pemilih adalah keluarga. Eep menyebut ada sekitar 10 persen pemilih yang masih seperti itu. "Keluarga cukup berpengaruh, misalnya dengan ayahnya, ibu, atau istrinya," ujarnya. Sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lingkungan terdekat.
Baca Juga:
Hal ini sekaligus menunjukkan faktor lain, seperti agama bahkan dukungan partai politik terhadap pasangan calon, tak terlalu berpengaruh. "Ini hanya berpengaruh secara psikis," katanya.
Adapun pilkada DKI Jakarta akan dilanjutkan dalam putaran dua. Hasil putaran pertama meloloskan pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi. Perolehan suara mereka bersaing ketat di angka 43 persen versus 40 persen. Sedangkan 17 persen diraih oleh Agus-Sylvi.
NINIS CHAIRUNNISA