TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta, Ahmad Fahrudin, mendesak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta menyelesaikan persoalan daftar pemilih tetap. Hal ini untuk mengantisipasi ketidaksesuaian jumlah kertas suara dan jumlah pemilih.
”Bawaslu DKI mendesak Disdukcapil dan KPU DKI untuk inventarisasi pemilih yang menggunakan e-KTP dan juga menggunakan suket (surat keterangan),” kata Ahmad di kantor Bawaslu DKI, Jakarta, Jumat, 17 Februari 2017.
Berdasarkan rilis terakhir Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, kata Ahmad, angka pengguna surat keterangan mencapai lebih dari 84 ribu. “Maka sebetulnya pengguna suket itu enggak boleh lebih dari angka itu,” ucapnya.
Hari ini, Bawaslu DKI Jakarta merilis evaluasi pengawasan dan perhitungan suara pilkada DKI Jakarta. Dari pemantauan 200 tempat pemungutan suara, sebanyak 83 dugaan pelanggaran terjadi. Sebesar 39 persen terjadi pada persoalan daftar pemilih.
Jika pilkada terjadi dua putaran, kata Ahmad, KPU DKI Jakarta harus memperhatikan penggunaan suket dengan uji ketinggalan untuk segera diberi e-KTP. “Sehingga pemungutan suara tidak membludak di satu jam terakhir. Jadi krisis surat suara bisa diatasi,” ujar Ahmad.
Anggota Bawaslu DKI Jakarta lainnya, Muhammad Jufri, menambahkan, dalam salah satu temuannya, terdapat satu orang menggantikan orang lain. “Ini ketahuan ketika yang palsu datang dan memilih. Kemudian datang orang yang asli dan namanya sudah digunakan orang lain,” kata Jufri. Ia menyoroti tidak adanya verifikasi dari petugas terhadap nomor induk kependudukan tersebut.
Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti menyebut kasus ini karena adanya formulir C6 berganda. “Karena ini digunakan orang lain sebelumnya,” tuturnya.
ARKHELAUS W.