TEMPO.CO, Jakarta -
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini warga DKI Jakarta sudah menentukan pilihan, siapa yang akan menjadi Gubernur berikutnya. Apakah citra (brand) yang dibangun maisng-masing pasnagan calon berhasil memikat pemilih bi ibu kota? Tempo mewawancarai pakar Brand dan Ethnographer, Amalia E. Maulana, Ph.Duntuk menilai ketiga pasangan calon.
Berikut ulasannya terhadap pasangan Calon (paslon) Nomor 3, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Berita lain: Bergaya Batik di Hari Valentine, Siapa Takut!
"Anies Baswedan, terlihat ingin mengkontaskan 'kesantunan'nya dengan gaya ceplas-ceplos Ahok. Kurang puas dengan gayanya yang sudah terkenal santun, maka ia menjelaskan secara verbal berulang kali tentang kekurangan Ahok dalam aspek yang satu ini. Bahwa Ahok penuh dengan negativity, lalu bahwa stakeholders yang tergabung dalam pemerintahan Ahok dicitrakan tertekan oleh sikap negatif Ahok," kata Amalia panjang lebar pada Rabu, 17 Februari 2017.
Namun Amalia mengatkan, "Sayang yang terkesan kemudian, dari banyak pembahasan komunitas di media sosial, justru gaya Anies sendiri yang berubah menjadi negatif. Mengajak positif tentu harus secara positif, bukan secara negatif," kata Amalia yang menilai tentang yang tersirat dari kecaman tentang sikap Anies dalam kampanye kali ini.
"Sayangnya lagi, gabungan kata kunci 'santun-ganteng-pintar-alhamdulillah kaya' dari Anies-Sandi ini belum bisa menjadi jaminan kesuksesan instan."
Baca juga:Kriteria Inilah yang Dipilih Generasi Muda di Pilkada
Menurut pendiri ETNOMARK Consulting ini, masyarakat, terutama pemilih usia muda, sangat kritis dan tidak dengan mudah diyakinkan bahwa Ahok adalah 'problem' dan Anies-Sandi merupakan solusinya. Perlu waktu lebih lama untuk menjelaskan visi misi, program dan semua kegiatan dan rencana kedepannya bagi paslon no.3 ini, dan mengapa program-program itu menjadi solusi dari kekurangan paslon no.2
Selanjutnya, kata konsultan brand beberapa perusahaan dan instansi pemerintah di Indonesia ini, "Aspek yang memberatkan Anies adalah berbagai rekaman pidatonya di masa masih bergabung di Kubu Jokowi. Disebutkan bahwa Anies mengalami disorientasi karena aksinya yang menyeberang ke partai lain membuat banyak orang yang mengenal sosok ini, seperti tidak menemukan Anies yang dulu lagi. Ini melemahkan posisi paslon no3," kata dia
Sementara itu sisi positifnya Anies sebagai tokoh pendidikan menjadi penyejuk dan menjadi solusi bagi orang-orang yang ingin mendapatkan kenyamanan kembali dari para pemimpin, role model yang baik bagi komunitasnya.
"Citra yang ditangkap oleh banyak orang tentang Anies adalah sikap sopan santun, penyayang keluarga, juga sangat bisa menekan emosinya apabila sedang berbicara di publik. Ini termasuk nilai positif Anies yang terus ditempelkan pada dirinya," kata dia.
Namun sayangnya, kata Amalia dalam beberapa kali debat, Anies terpancing untuk terus-menerus mengkontraskan kelebihannya tersebut. Sehingga beberapa pengamat dan komunitas media sosial menilai ini telah lewat dari ambang batas kenyamanan.
HADRIANI P
Berita lain: Cokelat juga Bisa Turunkan Risiko Penyakit Jantung