TEMPO.CO, Jakarta -Lingkaran Survei Indonesia, lembaga survei yang diinisiasi Denny JA memperkirakan jumlah pemilih yang suaranya tidak dihitung atau golput di pemilihan kepala daerah DKI 2017 masih tinggi. "Bayangan saya masih di atas 30 persen. Jadi minimal 30 persen potensi suara yang hilang kalau tidak dimaksimalkan pada hari-hari terakhir ini," kata peneliti LSI, Ardian Sopa, di kantor LSI, Jakarta Timur, Jumat, 10 Februari 2017.
Ardian menjelaskan, berdasarkan tren pemilihan pada 2007 dan 2012, jumlah pemilih yang golput mencapai lebih dari 30 persen. Pada pilkada DKI 2007, angka golput mencapai 34,6 persen. Kemudian, pemilih golput pada pilkada 2012 putaran pertama sebesar 36,4 persen. Sedangkan pada putaran kedua, pemilih golput sebesar 33,3 persen.
Golput, menurut Ardian, bisa diklasifikasi menjadi dua, yaitu golput proporsional dan non proporsional. Pada golongan proporsional, golput menimpa semua kandidat secara rata dan tidak akan mempengaruhi hasil pemilihan. Sedangkan pada golongan non proporsional, yaitu pendukung calon yang tidak datang ke tempat pemungutan suara lebih banyak dari calon gubernur tertentu. "Golput ini akan mempengaruhi hasil, sehingga hasil akhir survei berbeda dengan KPUD," ujarnya.
Baca:
Plt Gubernur DKI Minta 15 Februari Ditetapkan Libur
Agus-Sylvi Unggul, LSI: Belum Pasti Masuk Putaran Kedua
Ardian mengungkapkan, hasil survei beberapa lembaga yang berbeda dengan hasil KPU DKI, pernah terjadi pada 2012. Hal itu, kata dia, disebabkan pemilih golput nonproporsional. Mulanya, semua lembaga survei yang terpublikasi menyatakan elektabilitas Fauzi Bowo di atas Joko Wododo. Namun, pada hari pencoblosan, pendukung Foke lebih banyam golput dibandingkan pendukung Jokowi. "Akhirnya dukungan untuk Foke kalah dibandingkan Jokowi," kata dia.
Ardian mengatakan, kejadian tersebut bisa saja terulang pada pemilihan kali ini. Karena itu, dia menyarankan kepada setiap kandidat untuk berupaya meminimalisir jumlah pemilih golput, mendapatkan suara dari swing voters, dan menghindari politik uang. Sebab, Ketiga hal itu akan mempengaruhi pilihan kandidat.
LSI juga melihat Pilkada berpotensi berlangsung dua putaran. Elektabilitas calon masih sangat jauh dari syarat satu putaran, yaitu meraih 50 persen plus satu suara. Kedua, belum ada satu pun calon gubernur yang aman untuk lolos ke putaran kedua karena melihat selisih antarkandidat di bawah margin of error survei kali ini (plus minus 2,9 persen).
"Cagub yang golput pendukungnya paling sedikit akan lolos menuju putaran kedua. Dukungan kepada calon menjadi percuma jika mereka tidak datang ke TPS," tuturnya.
FRISKI RIANA