TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Muhammad mengatakan calon kepala daerah yang berstatus tersangka ataupun terpidana tetap bisa mengikuti proses pemilihan umum serentak 2017.
Muhammad menjelaskan, di Sulawesi ada calon gubernur yang berstatus terpidana. Sedangkan di DKI Jakarta, kata dia, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berstatus tersangka dan persidangannya dimulai hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Setelah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 berlaku, Pak Ahok mau jadi tersangka, terdakwa, terpidana, tetap bisa mengikuti Pilkada," kata Muhammad di seusai menghadiri Dialog Polri di Wisma Bhayangkari, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 13 Desember 2016.
"Tidak ada apa pun yang dapat menghalangi Pak Ahok apa pun statusnya. Tetap dapat dipilih pada 15 Februari," kata Muhammad.
Menurut dia, peristiwa yang menyebabkan Ahok dilaporkan ke polisi terjadi sebelum dia ditetapkan sebagai calon gubernur. Kasusnya ini juga termasuk tindak pidana umum, bukan tindak pidana pemilu.
Setelah hakim memutuskan perkaranya, kata Muhammad, Ahok bisa gugur sebagai calon ketika dia tidak melakukan upaya banding terhadap putusan pengadilan tersebut. "Kalau pun Ahok menerima putusan itu, otomatis dia gugur," ujarnya. Namun, jika dia banding maka dia berhak terpilih dengan status terpidana.
Peneliti hukum dari Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan dalam peraturan juga disebut calon kepala daerah yang bertatus terdakwa ketika terpilih dalam pemilu, dia dilantik lalu dinonaktifkan sampai persidangannya selesai. "Ketika berstatus terpidana, dia dilantik dan langsung dinonaktifkan tetap sebagai kepala daerah, dan wakilnya menjadi penggantinya," ucap dia.
Ahok adalah terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi pada 16 November 2016. Dia menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara hari ini, Selasa, 13 Desember 2016.
REZKI ALVIONITASARI
Baca juga:
Ahok Menangis di Hadapan Majelis Hakim
Pramono Anung: Istana Kepresidenan yang Dincar Teroris