TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Saiful Hidayat, dicecar 18 pertanyaan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Djarot datang sebagai saksi atas dugaan penghadangan saat kampanye di wilayah Petamburan, Jakarta Pusat.
Menurut Djarot, polisi sudah menetapkan satu orang sebagai tersangka. "Yang saya baca, baru satu yang jadi tersangka. Inisialnya R," kata Djarot di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin, 5 Desember 2016.
Baca: Eksklusif: Ini Bukti Sri Bintang Pamungkas cs Diduga Makar
Penyidik tak hanya memanggil Djarot. Polisi memanggil 12 saksi lain. Djarot menuturkan, saat berkampanye di Petamburan pada 25 November 2016, situasi sudah tidak kondusif dan membuatnya harus pergi dan melanjutkan perjalanan ke tempat lain.
"Kalau kami terobos masuk ke rumah susun Petamburan, semua (warga) sudah melotot. Teman-teman kami juga melotot," kata dia. "Kalau sudah sama-sama melotot, teriak-teriak, dan kami lanjutkan, bisa bentrok. Jadi, lebih baik kami balik badan, lanjut ke yang lain. Kami tahu kalau sebagian massanya bukan warga sana."
Baca: Terungkap, Alasan Polisi Cokok Terduga Makar pada Jumat Subuh
Menurut Djarot, ia wajib melapor ke polisi sebagai antisipasi bentrokan sekaligus menjadi pembelajaran bagi seluruh masyarakat. Tujuannya, agar masyarakat tak melakukan hal serupa. Djarot khawatir jika dibiarkan berlanjut, akan ada penghadangan bagi para pendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan memilih di tempat pemungutan suara pada 15 Februari 2017.
"Ini kesempatan untuk Kepolisian, Kejaksaan, dan Bawaslu untuk memproses secara tegas, cepat, dan akurat," kata Djarot. "Jadi, semata-mata untuk pendidikan demokrasi."
Adapun Djarot melaporkan dugaan pidana dalam pemilihan kepala daerah kepada kepolisian. Sejumlah orang dituding menghalang-halanginya selama masa kampanye pemilihan kepala Daerah Khusus Ibu Kota.
DWI HERLAMBANG ADE | PRU