TEMPO.CO, Jakarta - Calon gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, melakukan kampanye di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 19 November 2016. Di depan warga, dia menyinggung penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam pilkada DKI 2017.
"Seorang pemimpin harus mampu menjaga kata-kata. Sebab, perkataan bisa menimbulkan perpecahan," kata Anies, di Lapangan Doyok, Jati Padang, Pasar Minggu.
Menurut dia, menjaga perkataan sama dengan menghormati kebhinekaan yang dianut bangsa Indonesia.
Bagi Anies, tugas seorang pemimpin tidak sekadar membangun dan menata kota. Lebih penting dari itu, tugas seorang pemimpin adalah menjaga persatuan.
"Tugas seorang pemimpin tidak hanya mengelola kotanya, tapi menjaga persatuan," tuturnya.
Anies menjelaskan, salah satu cara menjaga persatuan dan stabilitas bangsa dari masalah SARA adalah dengan menjaga perkataan dan perbuatan.
Dia mengatakan Bhinneka Tunggal Ika tidak mengenal warga mayoritas dan minoritas. "Karena kebhinekaan adalah bagaimana kita merawat persatuan," ujar Anies, yang mengenakan kemeja putih saat itu.
Indonesia, yang terdiri atas berbagai macam warna kulit, tidak untuk menciptakan perbedaan. Untuk itu, kata Anies, sudah seharusnya warga Indonesia merayakan persatuan, bukan perbedaan. "Justru yang benar dari kebhinekaan adalah merayakan persatuan," kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Anies mengatakan Negara Indonesia dirancang untuk melindungi warga negaranya, bukan membedakannya. Di dalam konstitusi, tidak ada kata mayoritas atau minoritas, yang ada hanyalah identitas.
Anies mengutip pidato Bung Karno, Indonesia dibentuk untuk semua golongan. "Tidak disebutkan besaran golongan atau mayoritas dan minoritasnya."
IHSAN RELIUBUN | UWD