TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro mengatakan lembaganya kesulitan mengontrol pemanfaatan media sosial dalam kampanye Pemilihan Kepala Daerah 2017. Hal tersebut tetap sulit dilakukan meski setiap calon diwajibkan mendaftarkan akun media sosial kepada KPU.
"Pemanfaatan media online ini sulit dikontrol. Makanya, dalam peraturan, setiap calon harus mendaftarkan akunnya," kata Juri di Hotel Ibis, Hayam Wuruk, Jakarta, Jumat, 11 November 2016. “Tapi masih banyak akun yang tidak jelas, maka hasilnya kontradiktif.”
Juri menyinggung masa kampanye yang sering hanya dipahami sebagai momentum saat partai politik dan calon menyampaikan visi-misi program. "Kampanye hanya dipahami kepentingan kandidatnya. Padahal kampanye menggunakan ruang rakyat dan seharusnya rakyat memperoleh haknya untuk mendapatkan informasi dan mengetahui latar belakang kandidat," ujarnya.
Dampaknya, kata Juri, pemilih mempunyai pertimbangan yang memadai dan rasional dalam memilih calon saat hari pemilihan. "Pada saat yang sama, ada kepentingan rakyat yang tidak kalah dengan kepentingan calon.”
Ketua Badan Pengawas Pemilu Muhammad mengatakan kampanye seharusnya menjadi program penyampaian visi dan misi politik. Tak hanya itu, kampanye memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. "Tidak boleh lagi kampanye diisi serangan personal dan SARA. Saya kira orang yang seperti ini hidup sebelum kemerdekaan seratus tahun lalu. Saya sebut ini kampungan," tuturnya.
Pada saat yang sama, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Badan Pengawas Pemilu menyepakati pembentukan gugus tugas pengawasan pemberitaan dan kampanye pemilihan kepala daerah. Gugus tugas ini mengawasi penyiaran dan iklan kampanye pilkada melalui lembaga penyiaran. *
ARKHELAUS W.