TEMPO.CO, Banjarmasin - Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Hadar Nafis Gumay, mengatakan pelaksanaan pencoblosan pada pemilihan kepala daerah 2017 akan digelar pada 15 Februari 2017. Namun, usulan ini masih bersifat tentatif, karena KPU melihat ada perayaan di wilayah Indonesia bagian timur pada minggu pertama Februari 2017. "Atau sesudahnya namun tetap di bulan Februari 2017,” kata Hadar kepada Tempo usai rapat koordinasi nasional di kantor KPUD Kalimantan Selatan, Rabu malam, 3 Februari 2016.
Komisi Pemilihan Umum telah merampungkan rapat koordinasi nasional yang digelar pada 2-4 Februari 2016 di Banjarmasin. Komisi menyudahi rakornas sehari lebih cepat dari jadwal yang ditentukan. Isu besar yang dibahas dalam rakornasi tahun ini terkait evaluasi Pilkada 2015 dan persiapan menyambut pilkada serentak gelombang kedua pada 2017.
Hadar mengatakan peserta rapat sepakat untuk mengusulkan revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Hadar mengungkapkan sejumlah materi perubahan, yakni penyusunan daftar pemilih, penganggaran, pencalonan, pemungutan, penghitungan, rekapitulasi, upaya peningkatan partisipasi pemilih, aturan dana kampanye, dan rekrutmen penyelenggara adhoc seperti PPS, PPK, dan KPPS.
Menurut Hadar, sebagian besar daerah belum siap secara anggaran untuk melakukan pilkada 2017, karena pembahasan dana belum tuntas. Selain itu, KPU juga mengusulkan perubahan teknis soal kesepakatan Nota Perjanjian Hibah Dana (NPHD). Hadar meminta, klausul penggunaan NPHD tidak dipecah-pecah, walaupun penganggarannya untuk masa kerja dua tahun. Dana NPHD diusulkan menggunakan APBN, bukan APBD. Kalaupun ada revisi nominal NPHD, Hadar meminta bisa tertuang dalam perjanjian yang dokumen yang sama.
Hadar menambahkan, pembahasan NPHD sempat alot lantaran sebagian KPUD provinsi berkukuh mempertahankan pola lama. KPU tak ingin ketidakpastian anggaran hibah berulang lagi. "Kami minta ada komitmen sejak awal, bahwa ada penurunan, oke enggak papa, nanti dituangkan dalam satu dokumen NPHD saja," kata Hadar merinci.
Adapun soal rekrutmen penyelenggara adhoc seperti KPPS, PPS, dan PPK, Hadar mengusulkan agar usia pelamar diturunkan menjadi 21 tahun dari 25 tahun yang disyaratkan oleh UU Pilkada. Alasannya, KPU ingin memberikan kesempatan terhadap mahasiswa atau pemuda yang berkualitas untuk menjadi penyelenggara adhoc dengan pola seleksi terbuka.
Menurut dia, sengkarut pilkada kerap muncul di tingkat paling bawah. "Selama ini kan rekomendasi dari kepala desa atau camat, nah kami terkunci. Biarkan kami yang menyeleksi. Kami yakin kalau SDM penyelenggara di tingkat bawah baik, maka ke atasnya tidak ada masalah," kata Hadar.
Semua usulan akan dibawa ke Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR dalam tempo dua minggu ke depan. Ia berharap, DPR segera mengagendakan pembahasan revisi UU Pilkada karena waktunya mepet.
DIANANTA P. SUMEDI