TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto, menegaskan bahwa tidak semua calon inkumben berpeluang besar untuk menang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serenak pekan depan.
"Inkumben memang populer, duit banyak, mampu mengerahkan birokrasi, bahkan tukang pukulnya banyak. Tapi nyatanya, tidak semua jadi," kata Didik dalam acara Perspektif Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 5 Desember 2015.
Pernyataan ini, kata Didik, merupakan hasil analisa data pemilu sepuluh tahun terakhir. Menurut Didik, dalam Pilkada 2005 yang dilaksanakan di Pulau Jawa, 60 persen calon pasangan inkumben terpilih kembali menjadi kepala daerah. "Artinya, ada 40 persen yang nggak jadi," katanya. "Kalau di luar Jawa, justru sebaliknya: 40 persen jadi, 60 persen nggak jadi," kata Didik.
Hal yang hampir sama juga terjadi pada Pilkada 2010 dan Pilkada 2013. Menurut Didik, perbandingan terpilih atau tidaknya kembali calon pasangan inkumben secara nasional adalah sekitar 53 persen dibanding 47 persen. "Hal ini menunjukkan kalau model pemilih kita rasional," ujar Didik.
Didik mengakui bahwa selama ini ada hubungan emosional antara masyarakat dan calon pasangan inkumben yang telah memimpin mereka dalam periode sebelumnya. "Tapi record atau penglihatan dia terhadap calon cukup clear. Jumlah calon baru juga nggak banyak, rata-rata tiga sampai empat. Dengan begitu, pemilih mudah mengenali calon-calonnya," kata Didik.
Hal lain yang juga mengemuka dalam riset Perludem adalah maraknya politik uang. Padahal, menurut Didik, politik uang yang kerap dilakukan oleh pasangan-pasangan calon kepala daerah tidak terlalu berpengaruh apabila kinerja calon pasangan inkumben pada periode sebelumnya kurang bagus.
"Calon yang menang bukan yang bagi duitnya lebih banyak. (Buat pemilih--) kalau kinerja inkumben nggak baik ya ditinggal saja," ujar Didik.
Didik menilai, justru pasangan calon kepala daerah yang tidak rasional. "Di republik ini, hampir nggak ada calon yang percaya bahwa tanpa uang, dia bisa menang," ujar Didik. Pasangan calon kerap terpengaruh oleh sikap pasangan calon yang lain. "Kalau pasangan lain bagi 100, saya juga harus bagi 150 dong," tutur Didik.
ANGELINA ANJAR SAWITRI