TEMPO.CO, Jember - Wakil Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Jawa Timur Hendro Handoko memperkirakan angka golongan putih alias golput dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Jember, Jawa Timur, di kalangan petani tembakau bakal tinggi.
Musababnya, kata dia, anjloknya harga tembakau membuat antusiasme petani menyambut pilkada tidak terlampau gereget, bahkan cenderung dingin. "Petani tidak bersemangat menyongsong pilkada," kata Hendro, Selasa,1 Desember 2015.
Menurut dia setiap hektare lahan tembakau merugi hingga Rp 30 juta, sehingga petani hanya menerima pendapatan Rp 10 juta per hektare. Dengan luas lahan tembakau sekitar 17 ribu hektare, kata Hendro, maka angka kerugian petani bisa ditaksir. "Sampai ratusan miliar," kata Hendro.
Selain itu, ujar dia, terdapat sekitar 30 persen tembakau yang hingga saat ini belum terserap sehingga petani bingung akan dikemanakan sisa panenannya. Kalau pun kemudian laku, harganya juga rendah. "Per kuintal paling Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu," katanya.
Gudang-gudang tembakau pun sudah pada tutup dan tidak membuka pembelian sehingga peluang terserap makin tipis. Padahal setiap hektare, kata Hendro, petani mampu menghasilkan kurang lebih 1,8 ton tembakau. "Bisa dihitung sendiri berapa ribu ton tembakau yang tidak terserap dari 17 ribu hektare lahan tembakau di Jember," kata dia.
Lesunya harga tembakau inilah, kata Hendro, yang membikin petani tidak bersemangat mengikuti pilkada. Alasannya, energi dan pikiran petani lebih tertuju pada tanamannya ketimbang proses politik yang belum tentu menyentuh kepentingannya.
Pilkada Jember diikuti dua pasangan calon, yakni Sugiarto-Dwi Koryanto dan Faida-Abdul Muqit Arief. Sugiarto-Dwi Koryanto didukung Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrat.
Adapun Faida-Abdul Muqit Arief diusung Partai Nasional Demokrat, Partai Hanura, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
DAVID PRIYASIDHARTA