TEMPO.CO, Sleman - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Sleman, warga menyerukan pesta demokrasi dengan damai. Belajar dari kampanye terbuka beberapa waktu lalu yang terjadi keributan dan penganiayaan, masyarakat mengutuk dan tidak menginginkan anarkisme.
"Masyarakat menginginkan Sleman lebih baik, gunakan hak pilih dengan damai pada 9 Desember 2015," kata Edy Susilo dari Masyarakat Berdaya Sleman, Minggu, 29 November 2015.
Pelaksanaan pilkada merupakan pesta demokrasi lokal atau di tingkat kabupaten. Jika ingin pesta, semuanya harus senang dan bahagia. Kalau terjadi kekerasan dan anarkisme, justru bukan kegembiraan yang didapatkan melainkan malapetaka.
Masyarakat, kata Edy, juga meminta aparat kepolisian mengusut hingga tuntas kejadian kekerasan yang menimpa dua pengguna jalan yang dilakukan oleh segerombol simpatisan salah satu calon kepala daerah. Warga cerdas, kata dia, juga harus menolak politik uang atau iming-iming jabatan.
"Warga harus menolak politik uang dalam pilkada," katanya.
Kampanye terbuka pasangan nomor 1 Yuni Satia Rahayu/Dananh Wicaksana Sulistya pada Minggu, 29 November 2015, digelar dengan pesta budaya di 17 kecamatan. Mereka juga membagikan seribu bunga sebagai rasa simpati dan menyerukan pelaksanaan pilkada dengan damai.
Banyak publik di Kabupaten Sleman berharap penyelenggaran pemilihan kepala daerah untuk memilih bupati dan wakil bupati saat pilkada serentak Rabu Pahing, 9 Desember 2015, bisa berjalan lancar dan damai. Ada sebelas titik wilayah untuk bagi-bagi bunga mawar kepada warga.
"Kami memilih untuk kampaye dengan berbudaya," kata Yuni.
Aksi simpatik berbagi bunga baik ke warga maupun pengemudi kendaraan yang melintas dilakukan di sejumlah titik strategis, seperti perempatan Maguwoharjo, Perempatan Gejayan, Perempatan Kentungan di Jalan Kaliurang, simpang empat Monumen Jogja Kembali, dan di Jalan Damai sebanyak dua titik. Ini merupakan simbol dan harapan agar tidak ada lagi aksi kekerasan yang bisa menimbulkan korban.
Mengisi kegiatan kampanye berbudaya, dengan penampilan jathilan, misalnya, disebutkan sebagai langkah untuk bisa mempertahankan seni tradisi yang selama ini dihidupkan oleh banyak pelaku seni di Sleman. Di setiap kecamatan, digelar pesta budaya sesuai dengan kesenian di wilayah masing-masing.
Massa pun tidak terkonsentrasi di satu titik. Sebab, jika massa semakin banyak, semakin tinggi pula tingkat kerawanan dan kegaduhan yang timbul.
Polisi juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak berbuat anarkis. Pesta demokrasi di tingkat kabupaten ini harus berjalan dengan damai. Soal perusakan dan penganiayaan yang terjadi pada minggu lalu, polisi masih menyelidiki dengan memeriksa para saksi dan olah tempat kejadian perkara.
"Kami masih menyelidiki kasus penganiayaan di Jalan Damai yang lalu," kata Kepala Kepolisian Resor Sleman Ajun Komisaris Besar Faried Zulkarnaen.
MUH SYAIFULLAH