Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Asa Komunitas Penghayat pada Pilkada Kabupaten Bandung

image-gnews
Carlim, penganut aliran kepercayaan Sapta Darma asal Brebes menunjukkan kolom agama dalam KTP nya yang masih kosong.
Carlim, penganut aliran kepercayaan Sapta Darma asal Brebes menunjukkan kolom agama dalam KTP nya yang masih kosong.
Iklan

TEMPO.CO, Bandung - Sekitar 40 warga dengan kepercayaan penghayat Budidaya di Kabupaten Bandung harus menunggu selama sekitar tiga bulan untuk membetulkan kolom agama atau kepercayaan pada kartu tanda penduduknya. Urusan pencatatan sipil seperti ini masih menjadi kendala bagi komunitas penghayat di sejumlah daerah. Mereka berharap pemimpin yang menang di Pilkada 2020 bisa membenahinya.

Peristiwa tersebut terjadi pada akhir tahun 2019, di mana peraturan pemerintah soal pencantuman kolom agama bagi masyarakat penganut keyakinan telah diakomodir melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menerima uji materi terkait pengosongan kolom agama di kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Artinya, masyarakat penghayat bisa mencantumkan keyakinanya pada kolom agama di KTP.

Informasi terkait masih sulitnya warga untuk membenarkan kolom agama di KTP tersebut sampai ke telinga Asep Setia Pujanegara yang merupakan pengurus organisasi kepercayaan Budidaya. Mendengar hal tersebut, Asep pun meradang.

“Saya melihat ada diskiriminasi. Seharusnya setelah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (tahun 2017)  pemerintah daerah bisa mengakomodir hak-hak pencatatan warga penghayat,” kata Asep kepada Tempo, Jumat, 4 Desember 2020.

Asep menjelaskan, meskipun secara regulasi hak-hak dalam pencatatan sipil warga penghayat telah diakomodir, namun di lapangan kenyataannya sering berbeda. 40 warga penghayat Budidaya di Kabupaten Bandung adalah salah satu kasusnya. Padahal, mereka hanya ingin mengubah kolom agama yang awalnya dikosongkan diisi dengan kolom kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.  

“Saya langsung mengadvokasi warga tersebut pertama dengan cara menghubungi pejabat pencatatan sipil di provinsi. Setelah itu berselang lima hari KTP mereka sudah beres,” ujar dia. “Secara regulasi memang sudah baik, tapi di lapangan suka ada aparata pemerintah yang belum mengerti.”

Penghayat kepercayaan  Budidaya—yang masih dalam rumpun keyakinan Sunda Wiwitan—di wilayah Bandung Raya tersebar ke sejumlah kota dan kabupaten. Asep mengatakan, sebaran paling banyak ada di Kabupaten Bandung. Selain kasus pencatatan kependudukan, penghayat Budidaya di Kabupaten Bandung—khususnya—kerap mendapatkan perlakuan diskriminasi. Perlakuan diskriminatif ini justru dilakukan oleh aparat daerah juga tenaga pendidik.

Salah satu contohnya adalah masih adanya siswa yang orangtuanya menganut keyakinan Budidaya dipersekusi secara verbal oleh guru. Mereka kerap diberi ceramah bahwa orang yang tidak menganut agama Islam dipastikan masuk neraka. “Saya beberapa kali mendapat laporan seperti ini. Bahkan ada orang tua murid yang terpaksa menggunakan jilbab pada anaknya karena tuntutan sekolah,” ucap dia.

Meski perlakuan diskriminatif ini sudah berangsur berkurang, namun warga penghayat masih belum bebas mengekspresikan dirinya. Asep berharap Pemerintah Daerah terus melakukan sosialisasi agar aparat dan warganya memilki sikap yang toleran dalam mengahadapi perbedaan keyakinan seperti ini.

“Kalau saya sih mengaggapnya mereka belum mengerti saja,” ucap Asep.

Berharap Pada Pilkada?

Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah yang sesaat lagi akan memilki pemimpin baru. Pemimpin baru yang dihasilkan dari pemilihan langsung ini diharapkan bisa membawa perubahan terutama pada kerukanan umat beragama dan berkeyakinan. Namun, bagi Asep setiap pemimpin baru yang dihasilkan Pilkada selama ini tidak terlalu berdampak pada kehidupan komunitasnya.

“Setiap musim Pilkada pasti kita diundang oleh calon. Mereka mendengar aspirasi kita. Tapi setelah mereka menang mereka lupa,” ujarnya.

Pilkada Kabupaten Bandung ini diikuti oleh tiga pasangan calon yang masing-masing didukung oleh partai politik. Ketiganya adalah: pasangan nomor urut 1 Nia Kurnia-Usman Sayogi, pasangan nomor urut 2 Yena Iskandar-Atep, dan pasangan nomor urut 3 Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan.

Ketiga pasangan tersebut akan bertarung untuk merebut kursi pimpinan daerah dengan total penduduk sekitar 3,7 juta orang. Dari seluruh penduduk Kabupaten Bandung, hampir 98 persen memeluk agama Islam. 1,6 persen memeluk agama Kristen. Sedangkan, sisanya memeluk agama Katolik, Hindu, Budha, dan konghucu. Adapun sebanyak 390 menganut aliran keyakinan dan penghayat.

Tempo mencoba membaca visi-misi dan program ketiga kandidat yang dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung. Dari visi-misi tersebut ketiga kandidat memang tidak  ada program yang spesifik untuk menjalin kerukunan antarumat beragama dan berkeyakinan, terutama yang menyinggung masyarakat dari komunitas penghayat.

Kendati demikian, ketiga kandidat itu dari visi-misinya mengakui bahwa Kabupaten Bandung perlu meningkatkan kembali kerukunan umat beragama dan berkeyakinan. Dan ketiganya berjanji akan mewujudkan kondisi masyarakat yang toleran dan rukun. Meskipun, dari implementasi program kerjanya belum terlihat secara detail.

Visi-misi dan program yang paling menonjol dari ketiga kandidat tersebut adalah mengangkat materi soal religiusitas dalam frame agama mayoritas. Kata-kata seperti agamis, iman dan taqwa sangat kentara dalam visi-misi dan program mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nada pesimistis soal sikap calon pemimpin baru Kabupaten Bandung ini pun dilontarkan pendiri sekaligus koordinator Jaringan Kerja Antarumat Beragama (Jakatarub) Wawan Gunawan. Ia mengatakan, para kandidat Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung ini wawasan kebudayaan dan toleransinya terlihat belum menonjol. Hal tersebut terlihat dari visi-misi maupun bentuk kampanye yang mereka buat sama sekali tidak menyentuh ranah kelompok minoritas.

“Tidak ada satupun kandidat yang menyatakan komitmennya untuk menjaga kerukunan antarumat beragama dan berkeyakinan. Ini akan membuat Kabupaten Bandung semakin parah dalam kasus intoleransi,” ujar Wawan kepada Tempo, Jumat, 4 Desember 2020.

Menurutnya, kasus intoleransi di Kabupaten Bandung sudah cukup mengkhawatirkan. Beberapa kasus yang dicatat oleh Jakatarub, sejak tahun 2010 hingga saat ini belum mendapat kepastian dari pemerintah daerah. Salah satu kasus yang cukup menonjol adalah pelarangan yang berlanjut pada penyegelan Gereja HKBP Betania di Rancaekek. Gereja tersebut disegel oleh Satpol PP, dan hingga saat ini belum ada penyelesaiannya.

Selain itu, kasus penyegelan Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) Bandung Selatan, di Baleendah. Sejak tahun 2012, jemaat Gereja HKI harus menyewa aula untuk kegiatan ibadah dan perayaan hari raya mereka. Kasus tersebut pun belum teratasi sampai saat ini.

“Belum lagi para penghayat dan penganut keyakinan lain yang hak-haknya belum bisa diakomodir oleh Pemerintah. Saya sering mendengar cerita dari mereka,” ujar Wawan. “Tapi yang paling menderita lagi adalah umat Kristen. Selain gereja yang dilarang, pos-pos mereka pun beberapa banyak yang dilarang.”

Koordinator Task Force Jabar sekaligus Eksekutif Direktur Droupadi Ni Loh Gusti Madewanti mengatakan, lembaganya pernah membuat riset terkait peraturan yang bernafaskan agama di Jawa Barat.

Dari hasil riset tersebut menunjukkan bahwa banyak calon legislatif dan eksekutif di Jawa Barat yang manggunakan isu identitas agama untuk menarik simpati masyarakat. Termasuk dalam Pilkada Kabupaten Bandung saat  ini.

“Dengan materi kampanye seperti itu tidak memebrikan pendidikan politik yang baik kepada warga,”katanyasaat dihubungi Tempo, Jumat 4 Desember 2020.

Materi kampanye yang membawa simbol agama mayoritas, menurutnya, masih efektif digunakan untuk mendongkrak suara di Jawa Barat. Namun, menurutnya gaya kampanye seperti itu sayangnya tidak diimbangi dengan program yang spesifik soal toleransi.

“Isu identitas agama memang paling mudah digoreng. Meskipun, ada partai yang ngakunya nasionalis tapi saat Pilkada justru malah ikut-ikutan menggunakan sentimen agama. Dan mereka di setiap Pilkada justru tak memiliki platform toleransi yang ditawarkan,” ujar Madewanti.

Dengan menjual isu agama dalam pandangan mayoritas, secara tidak langsung para kandidat telah mengabaikan kelompok minoritas. “Bagaimana mereka bisa mengakomodir kelompok minoritas atau agama lain kalau materi kampanye atau visi-misinya menggunakan bungkus agama tertentu,”katanya.

Tidak terakomodirnya suara atau aspirasi kelompok penghayat dalam visi-misi dan program ketiga kandidat calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Bandung ini ditanggapi dengan santai oleh Ketua Aliran Kepercayaan Perjalanan (AKP) Kabupaten Bandung Cakra Erawa. Cakra memahami bahwa setiap pasangan calon ingin memenangkan pemilihan. Maka tak heran, mereka melakukan cara berkampanye dan menyusun visi-misi sesuai sesuai dengan apa yang diharapkan kelompok mayoritas.  

“Yang penting siapa saja nanti yang bakal menang silahkan laksanakan amanat UUD 1945, yang menjunjung tinggi nilai Pancasila dan bineka tunggal ika,” kata Cakra kepada Tempo, saat dihubungi, Senin, 7 Desember 2020.  

Cakra mengatakan, masyarakat penghayat Perjalanan di Kabupaten Bandung ini berjumlah 2.345 orang yang tersebar di 21 kecamatan. Menurutnya, sejauh ini hak-hak komunitasnya berangsur sudah terakomodir dengan baik. Meskipun, ia berharap pemerintah lebih memerhatikan dan tak membedakan pelayanan atas hak-hak masyarakat dari keyakiannya.

“Bagi kami kelompok minoritas, tak masalah apabila dalam program mereka kami tidak diakomodir. Tapi, kami berharap dalam pelaksanaanya ke depan hak-hak kami tetap disamakan, dan juga mendapat perhatian dari pemerintah,”kata Cakra.

IQBAL T. LAZUARDI S

Tulisan ini bagian dari program Story Grant Pers Mainstream Jawa Barat yang digelar oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) kerja sama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung fur die Freiheit (FNF) dan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Gerindra dan Nasdem Jajaki Koalisi pada Pilkada 2024 di Sulsel, Ini Alasannya

1 hari lalu

Ilustrasi TPS Pilkada. Dok TEMPO
Gerindra dan Nasdem Jajaki Koalisi pada Pilkada 2024 di Sulsel, Ini Alasannya

Rusdin Abdullah digadang-gadang akan diusung sebagai bakal calon Wali Kota Makassar pada Pilkada 2024.


5 Kandidat Pilgub Sumsel 2024, Eks Gubernur Herman Deru Vs Mantan Wagub Mawardi Yahya?

1 hari lalu

Gubernur Sumatera Selatan terpilih Herman Deru menunjukkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2019 yang diserahkan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 11 Desember 2018. TEMPO/Subekti.
5 Kandidat Pilgub Sumsel 2024, Eks Gubernur Herman Deru Vs Mantan Wagub Mawardi Yahya?

Kontestasi Pilgub Sumsel 2024, akankah mantan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru melawan eks Wagub Mawardi Yahya? Siapa kandidat lain?


Pilkada disebut Permainan Pencitraan, Pengamat: Perlu Dorong Popularitas Kandidat

1 hari lalu

Ilustrasi pemilu. REUTERS
Pilkada disebut Permainan Pencitraan, Pengamat: Perlu Dorong Popularitas Kandidat

Menurut Pakar Politik Ujang Komarudin, hal terpenting dalam pilkada adalah elektabilitas para kandidat.


Pengacara Gus Muhdlor Singgung Soal Penetapan Tersangka Bupati Sidoarjo Sebelum Pilpres dan Jelang Pilkada

3 hari lalu

Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 16 Februari 2024. Ahmad Muhdlor Ali, diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati, pasca terjaring operasi tangkap tangan KPK, terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di Lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo. TEMPO/Imam Sukamto
Pengacara Gus Muhdlor Singgung Soal Penetapan Tersangka Bupati Sidoarjo Sebelum Pilpres dan Jelang Pilkada

Gus Muhdlor dikabarkan akan kembali maju dalam Pilkada 2024.


Erwin Aksa Ungkap Strategi Golkar untuk Menang di Pilkada hingga Pilpres 2029

6 hari lalu

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Penggalangan Strategis Erwin Aksa di Yogyakarta Rabu 12 Oktober 2022. Dok.istimewa
Erwin Aksa Ungkap Strategi Golkar untuk Menang di Pilkada hingga Pilpres 2029

Erwin Aksa membeberkan cara Golkar agar bisa menang di Pilkada dan Pilpres 2029.


Anggota DPR Sebut Pj Kepala Daerah Bisa Diangkat Lagi hingga Pelantikan Pejabat Definitif

7 hari lalu

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Sabtu malam, 23 Maret 2024. ANTARA/Agatha Olivia Victoria
Anggota DPR Sebut Pj Kepala Daerah Bisa Diangkat Lagi hingga Pelantikan Pejabat Definitif

Masa jabatan Pj kepala daerah yang akan habis akhir tahun 2024 ini disebut tidak akan menjadi masalah.


Prilly Latuconsina Soal Gunakan Gas 3 Kg, Pembelian Gas Melon Harus dengan KTP

8 hari lalu

Prilly Latuconsina mengunggah fotonya saat sedang masak untuk Lebaran, Selasa 9 April 2024. Foto: Instagram
Prilly Latuconsina Soal Gunakan Gas 3 Kg, Pembelian Gas Melon Harus dengan KTP

Prilly Latuconsina menggunakan gas 3 kg disorot warganet. Untuk dapatkan gas melon itu harus disertai KTP.


Golkar Jajaki Koalisi dengan PKS Hadapi Pilkada Depok 2024

9 hari lalu

Ketua DPC PKS Kota Depok Imam Budi Hartono mendampingi bacaleg mendaftar ke Kantor Sekretariat KPU Depok di Jalan Margonda No. 379, Kecamatan Beji, Depok, Senin, 8 Mei 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah
Golkar Jajaki Koalisi dengan PKS Hadapi Pilkada Depok 2024

Ketua DPD Golkar Kota Depok Farabi A. Arafiq telah bertemu dengan Ketua DPD PKS Kota Depok Imam Budi Hartono untuk menjajaki koalisi di Pilkada Depok.


Gerindra Belum Tunjuk Calon untuk Maju Pilkada DKI

9 hari lalu

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria saat merapikan beberapa berkas dan buku untuk dimasukkan ke dalam boks di ruang kerjanya, Balai Kota Jakarta, Jumat, 14 Oktober 2022. Kegiatan tersebut merupakan hari terakhir Ahmad Riza Patria berkantor di Balai Kota Jakarta menjelang purna tugas bekerja sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Ahad mendatang. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Gerindra Belum Tunjuk Calon untuk Maju Pilkada DKI

Partai Gerindra akan membahas nama-nama bakal calon yang akan maju di Pilkada DKI setelah putusan Mahkamah Konstitusi soal sengketa hasil pemilu.


17 Kiai NU di Lumajang Kirim Surat Protes ke PBNU, Ogah Dipolitisasi untuk Pilkada

10 hari lalu

Konferensi pers Pengurus Besar Nahdatul Ulma di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, pada Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Intan Setiawanty.
17 Kiai NU di Lumajang Kirim Surat Protes ke PBNU, Ogah Dipolitisasi untuk Pilkada

TEMPO CO, Lumajang - Bertarikh 6 April 2024, surat itu ditujukan kepada Ketua PBNU. Isinya, daftar nama dan tanda tangan 17 kiai Lumajang yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kiai Lumajang. Mereka menyatakan sikapnya karena terusik dan keberatan bila PCNU Kabupaten Lumajang dijadikan alat politik praktis untuk kepentingan pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Lumajang 2024.