TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di Pilkada 2020 pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara 9 Desember mendatang. Dari pemetaan Bawaslu, tak ada daerah yang masuk dalam kategori kerawanan rendah.
"Semua daerah masuk kategori (kerawanan) kalau tidak tinggi, sedang. Tidak ada kerawanan rendah," kata anggota Bawaslu M. Afifuddin memaparkan IKP Pilkada 2020 secara daring, Ahad, 6 Desember 2020.
Afifuddin menuturkan, tingkat kerawanan ini diukur berdasarkan empat dimensi. Yakni dimensi konteks sosial politik meliputi keamanan, otoritas penyelenggara pemilu, dan relasi kuasa di tingkat lokal; dimensi pemilu yang bebas dan adil meliputi hak pilih, pelaksanaan, pemungutan suara, dan pengawasan pemilu.
Kemudian dimensi kontestasi mencakup aspek praktik politik uang; dan dimensi partisipasi mencakup aspek partisipasi pemilih, partisipasi partai politik, dan partisipasi publik. Konteks pilkada di tengah pandemi Covid-19 juga turut memengaruhi pemetaan kerawanan.
Ada tiga indikator kerawanan pandemi, yakni dari aspek penyelenggara pemilihan, peserta pemilihan, dan kondisi daerah. Turunan dari setiap indikator ini mencakup jumlah orang yang positif Covif-19, meninggal karena Covid-19, mengundurkan diri, melanggar protokol kesehatan, menciptakan kerumunan, perubahan status wilayah, lonjakan jumlah orang positif Covid-19, lonjakan pasien meninggal dunia, hingga keterbatasan fasilitas kesehatan.
Ada pula empat isu strategis dalam indeks kerawanan pilkada yang dipetakan Bawaslu, yakni isu hak pilih, penolakan pilkada karena Covid-19, politik uang, dan kendala jaringan internet.
Afifuddin mengatakan juga terjadi peningkatan jumlah daerah dengan kerawanan tinggi pada semua isu. Di aspek pandemi, jumlah daerah dengan kerawanan tinggi meningkat dari 50 menjadi 62 kabupaten/kota atau naik 24 persen.
Di aspek hak pilih, jumlah daerah dengan kerawanan tinggi bertambah dari 66 menjadi 133 kabupaten/kota atau meningkat 101 persen. Daerah dengan kerawanan tinggi isu politik uang juga bertambah dari 19 menjadi 28 kabupaten/kota (naik 47 persen), begitu pula daerah dengan kerawanan tinggi kendala jaringan internet meningkat dari 67 menjadi 81 kabupaten/kota (naik 21 persen).
Menurut Afifuddin, peningkatan jumlah daerah yang rawan tinggi disebabkan kondisi pandemi Covid-19 yang tidak melandai, proses pemutakhiran daftar pemilih yang belum komprehensif, peningkatan penyalahgunaan bantuan sosial, dan penggunaan teknologi informasi yang meningkat tetapi tak disertai penyediaan perangkat dan peningkatan sumber daya manusia penyelenggara pemilihan.
Adapun kerawanan tinggi pada provinsi yang menggelar pemilihan gubernur, kata Afifuddin, disumbang oleh dimensi sosial politik, penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil, aspek kontestasi, dan partisipasi. Isu pandemi Covid-19 pun disebutnya turut memperparah keadaan.
"Peningkatan kerawanan terjadi karena minimnya kepedulian para pihak terhadap pelaksanaan protokol kesehatan dan kepatuhan pelaksanaan perundang-undangan," ujar Afifuddin.
BUDIARTI UTAMI PUTRI