TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menyebut kepemimpinan 2 periode kepala daerah berpotensi memupuk korupsi. Menurutnya, studi membuktikan jabatan 2 periode yang dikejar petahana tidak memiliki daya tawar untuk memiliki gebrakan baru bagi pemerintahan yang dilanjutkan.
"Dalam kajian sosiologi politik, ada 3 masalah dalam pelaksanaan kinerja kepala darah 2 periode. Pertama, kinerjanya menurun karena tidak ada alasan kenapa dia harus dipilih lagi. Apa alasan performa dia melanjutkan jabatan, bisa jadi bohong karena merasa harus menyelesaikan kinerjanya dengan 2 kali masa jabatannya," ujar Bambang di Semarang, Ahad 15 April 2018.
Baca juga: Bambang Widjojanto Akan Soroti Korupsi di DKI yang Langgar HAM
Problem kedua, kata Bambang, yakni ada potensi jabatan ke 2 memupuk kekayaan dan memperkuat penyalahgunaan wewenang. Pasalnya, tidak ada sanksi publik untuk memilih dan tidak memilih jika jabatan 2 periode kemudian bermasalah. Masalah ke 3 yakni berpotensi melakukan penyalahgunaan, serta memperluas dan memperpanjang jaringan untuk korupsi.
Bambang Widjojanto menyebut, dalam kajian itu mengarah pada ketidakefektifan kinerja petahana untuk menjabat pada periode berikutnya. Apakah jabatan 2 periode justru menuntaskan atau mematahkan hati masyarakat, studi tersebut masih bergulir.
"Kalau kinerja (periode) pertama performa tidak optimal, berapa janji kerja yang dikerjakan namun tidak ada kemampuan mengerjakan, apa program baru yang bisa punya daya ungkit. Sehingga (jabatan 2 periode) tidak bisa lagi punya daya tawar untuk mendorong percepatan (kerja)," ujar Bambang.
Bambang Widjojanto mencontohkan, Negara Filipina memiliki sistem masa jabatan 1 periode untuk presiden dengan masa jabatan 7 tahun. Hal itu salah satunya dilakukan untuk mencegah syahwat politik 2 periode pada pimpinan negara.
Baca juga: Ini Target Ketua KPK Jakarta Bambang Widjojanto Versi Demokrat
"Ternyata ada benernya juga. So far, dilihat satu periode tidak menyebabkan orang baru kerja 2-3 tahun, kemudian berpikir bagaimana untuk melanjutkan jabatannya, tapi justru dia bisa konsentrasi (dengan program kerjanya)," ucap Bambang.
Sebab itulah, masyarakat yang memilih harus mengetahui problematika korupsi yang sebenarnya. Permasalahan korupsi selama ini dilihat hanya dari penggunaan keuangan negara, namun tidak melihat dari pemasukan keuangan negara.
Kasus tersebut, lanjut Bambang, dilihat dari pemanfaatan aset negara yang dikerjakan bersama pihak ke-3, baik oleh swasta, mantan pejabat, atau orang lain. Ketidaktahuan sumber pemasukan negara dari pihak ke-3 itulah yang semeskinya diteliti lebih dalam apakah ada praktik korupsi dalam pemanfaatan aset negara.
Di Jateng, kata Bambang Widjojanto, hampir semua daerah memiliki rekam jejak pernah berurusan dengan KPK. Padahal, Jateng dinilai sebagai jantung keberadaan Indonesia. Komitmen tidak melakukan korupsi yang dideklarasikan di KPK menjadi sia-sia jika saat kepala daerah yang menyerukan antikorupsi justru diciduk KPK.