TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Indo Survei dan Strategy (ISS) melihat isu politik dinasti masih manjadi perbincangan hangat dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan 2018. Berdasarkan survei ISS, 20,1 persen warga masih menggunjingkan isu politik dinasti di Pilgub Sulsel, yang diikuti dinasti keluarga Yasin Limpo.
"Hal ini perlu menjadi warning bagi Ichsan Yasin Limpo yang merupakan keluarga dinasti Yasin Limpo. Ini bisa menjadi kelemahan bagi lchsan Yasin Limpo," kata Direktur ISS Kayono Wibowo, Ahad, 4 Maret 2018.
Baca: Keluarga Inkumben di Pilkada 2018, Politik Dinasti Dianggap Biasa
Adapun Pilgub Sulses diikuti empat pasang calon, yakni Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman, Nurdin Halid-Azis Kahhar Mudzakkar, Ichsan Yasin Limpo-Andi Musakkar dan Agus Arifin Nu'mang-Tanribali Lamo.
Menurut dia, peringatan isu dinasti politik juga berlaku bagi kandidat di mana pun berada. Jika ada gerakan penolakan terhadap politik dinasti secara massif dan terstruktur, serta sistematis yang mampu membangun kesadaran masyarakat, maka gerakan tersebut akan efektif untuk menurunkan elektabilitasnya.
Dalam temuan survei ini, terkait dengan isu dinasti politik, meski hanya 20,1 persen yang pernah mendengar, tetapi dari jumlah tersebut 63,9 persen memahami makna politik dinasti. Dari jumlah yang pernah mendengar politik dinasti tersebut, ada 77.7% yang tidak menginginkan politik dinasti berkuasa. "Ini menjadi sinyal peringatan, bahwa ada potensi penolakan" ujarnya.
Baca: KPK Awasi Ketat Dinasti Politik di Daerah
Menurut dia, semakin tinggi masyarakat mendengar atau mengetahui dan memahami sisi negatif politik dinasti semakin tinggi pula penolakan terhadap politik dinasti. Namun, dalam sejumlah fakta empirik, justru kandidat yang berasal dari keluarga dinasti kerap memenangi pilkada di sejumlah daerah.
Ia menuturkan meskipun hasil survei pada umumnya penolakan terhadap kekuasaan dinasti cenderung tinggi jika dibandingkan yang menerima, tetapi politik dinasti masih kokoh di sejumlah wilayah. Penyebabnya, antara lain, kurangnya informasi dan pemahaman masyarakat tentang sisi negatif politik dinasti. "Selain itu ada faktor lain di luar masalah politik dinasti," ujarnya.
Adapun, pengambilan data survei yang dilakukan ISS dilakukan pada 19-24 Februari 2018. Survei menggunakan metode multi stage random sampling, dengan jumlah responden 800, margin of error 3,5 persen. Wawancara dilakukan secara tatap muka langsung dengan menggunakan kuesioner, menggunakan sistem quality control yang ketat.
Akademisi Universitas Hasanudin Makasar Andi Lukman Irwan mengatakan, dengan membaca temuan ISS, terlihat bahwa masyarakat Sulsel, aspek sosial kekerabatannya masih kental. Namun, perlu diingat bahwa politik dinasti sebagai isu sentral sudah mulai ditinggalkan. "Politik dinasti di Sulsel bersaing dengan pesona partai," ujarnya.
Menurut dia, politik dinasti klan Yasin Limpo, akan berhadapan sama kuat dengan partai Golkar yang mengusung Nurdin Halid. Menurut dia, masyarakat Sulsel merupakan basis pemilih pedesaan yang sebagian besar adalah kantong suara Golkar. "Kekuatan yang menentukan adalah branding tokoh dan program. Siapa yang lebih baik, dia yang menang," ujarnya.
Direktur Center for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi mengatakan, jika politik dinasti berkuasa, akan membuat kerugian negara semakin tinggi. Politik dinasti, memang memungkinkan menjadi pemenang pemilu karena basis massa mereka mengakar di bawah. "Jaringan juga banyak. Dan masyarakat tertunduk," ujarnya.
Berdasarkan catatan Uchok, akibat politik dinasti di Sulsel, saat kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo dari 2008-2017, kerugian rata-rata per tahun wilayah tersebut mencapai Rp 31,5 miliar. "Kerugian dari kebocoran. Ada yang dari proyek pembangunan dan lainnya," ucapnya.