TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii, menyentil politikus yang menggunakan sentimen agama dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada 2018. Menurut dia, penggunaan sentimen agama merupakan tindakan primitif.
Dia mengingatkan orang tentang sentimen identitas pada pilkada DKI Jakarta yang membelah masyarakat. Politikus yang tidak menggunakan akal sehat dan moral dalam pilkada, kata dia, menunjukkan keengganan untuk naik kelas menjadi negarawan. “Apa kita mau melihat Indonesia masuk museum sejarah. Bangsa ini milik bersama yang harus kita jaga,” ucap Buya Syafii kepada Tempo setelah memberikan pidato kebudayaan bertema “Tradisi Kebangsaan” untuk merayakan satu tahun Sanggar Maos Tradisi di Sleman, Jumat malam, 26 Januari 2018.
Baca juga: Janji Ketua DPR kepada Buya Syafii Maarif Soal LGBT
Ia berpesan kepada politikus untuk kembali kepada tujuan bangsa Indonesia, yakni persatuan. Indonesia bisa merdeka karena kuatnya persatuan. Waktu itu ada kesepakatan bersama, yakni Pancasila.
Buya juga meminta media massa terus berperan menyebarluaskan nilai-nilai kebangsaan yang mencerahkan masyarakat. Organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, ujar dia, juga harus mempertajam persepsi mereka tentang kebangsaan. Mereka harus lebih vokal mengatasi persoalan itu.
Menurut pengamatannya, Muhammadiyah serta NU selama ini enggan berkonflik dengan kelompok-kelompok pemecah belah bangsa Indonesia yang bermunculan dan vokal. “Muhammadiyah dan NU terlalu kabotan sungu (keberatan beban). Bangsa Indonesia harus siuman. Kesadaran untuk bersatu harus dipercepat,” tutur Buya.
Baca Juga:
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sudjito, senada dengan Buya Syafii. Menurut dia, demokrasi yang diwarnai dengan pertengkaran serta kekerasan berbasis identitas agama dan etnis sudah lama terjadi serta terulang kembali pada pilkada.
“Untuk menyelesaikan masalah itu, Indonesia perlu tokoh penting semacam Buya Syafii yang punya integritas serta memberikan pencerahan tentang kebangsaan dan pluralisme kepada anak-anak muda,” katanya.