TEMPO.CO, YOGYAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah meminta jajaran panitia pengawas pemilihan di tingkat daerah, yang sudah terbentuk, bersikap berani dan tegas menindak berbagai pelanggaran memasuki tahun politik. Terutama maraknya kampanye dalam pilkada 2018 dan pemilu 2019, yang diperkirakan diwarnai ujaran kebencian.
“Para panwas juga kepolisian harus bertindak tegas kalau ada kampanye yang sarat ujaran kebencian, kayak model (pilkada) DKI kemarin,” ujarnya di sela Seminar Nasional dan Bedah Buku Bela Negara dan Kebangkitan Pemuda di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Selasa, 31 Oktober 2017.
Pilkada DKI telah dimenangi pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno atas lawannya, pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Selama masa kampanye pilkada DKI, perhatian publik seolah tersedot dan disuguhi dengan berbagai isu berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), khususnya di media sosial.
Baca: Menjelang Pilkada Serentak, Pemerintah Segera Rampungkan E-KTP
“Panwas harus tegas. Kalau perlu, (calon peserta pemilu) didiskualifikasi sesuai dengan ketentuan berlaku jika ada model kampanye yang menghujat, siapa pun calon yang melanggar ketentuan,” ucapnya.
Selain mengenai kasus ujaran kebencian dan SARA, Tjahjo mengatakan panwas harus berani tegas terhadap peserta pemilu yang terbukti terlibat politik uang.
“Sudah banyak anggota panwas dan KPU yang dipecat DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) karena sebenarnya sistem pelaksanaan pemilu sudah berjalan baik, tapi jarang ada penindakan jika ada pelanggaran,” tuturnya.
Tjahjo menuturkan Badan Intelijen Negara dan Kepolisian RI sudah memetakan sejumlah daerah yang rawan berbagai pelanggaran pilkada 2018, baik rawan politik uang maupun pelanggaran lain, seperti ujaran kebencian. Daerah yang rawan itu di antaranya Papua serta daerah padat penduduk, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.
PRIBADI WICAKSONO