TEMPO.CO, Jakarta - Mukhtar (34), salah satu penghuni Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Salemba, Jakarta Pusat terpaksa mengubur keinginannya untuk memberikan hak suara dalam Pilkada DKI 2017. Mukhtar dan dua ribu warga DKI lain yang ada di rutan Salemba tidak terdaftar dalam Daftar Pemilu Tetap (DPT).
"Saya warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, tapi saya tidak bisa memilih karena menurut petugas saya tidak terdaftar," ujar Mukhtar saat ditemui di Rutan Salemba, Jakarta Pusat, Rabu, 15 Februari 2017. "Saya sih sudah lapor ke petugas rutan, tapi ya mereka tidak paham juga masalahnya."
Mukhtar dan rekannya, Joni (51) hanya bisa berdiri di balik pagar besi yang memisahkan areal penghuni rutan dengan Tempat Pemungutan Suara (TPS). Keduanya memandangi rekan-rekan penghuni rutan lainnya yang bisa ikut mencoblos pada Pilkada hari ini.
Namun, laki-laki berkulit sawo matang itu enggan memberi tahu siapa yang akan dipilihnya jika berkesempatan untuk memilih. "Dulu sih pilpres saya pilih Jokowi, sekarang ya tentu pilihan masing-masing lah, gak bisa dikasih tahu," tambahnya. Mukhtar hanya berharap bahwa Jakarta akan lebih baik lagi kedepannya setelah Pilkada kali ini.
Rutan Salemba menyediakan dua TPS untuk para penghuni rutan guna melalukan pencoblosan. Satu per satu tahanan dipanggil keluar untuk menggunakan hak suaranya. Pengamanan ketat dikerahkan, tidak hanya dari petugas lapas namun juga dari petugas pramuka.
Mukhtar hanyalah satu dari ribuan penguni rumah tahanan (rutan) kelas I Salemba, Jakarta Pusat, yang kehilangan hak suara dalam Pilkada DKI 2017. Perubahan regulasi pada Pilkada kali ini, ditenggarai oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadi penyebab terjadinya hal tersebut.
"Dari 3861 penghuni rutan, 3193 merupakan warga DKI, hanya 497 yang ikut memilih, artinya hampir 2696 warga DKI kehilangan suara dalam pemilu kali ini," kata Ketua DKPP, Prof. Jimly Asshidiqie menyesali kejadian ini.
DKPP, menurut Jimly, akan segera memanggil KPU dan Bawaslu untuk meminta kesalahan ini.
FAJAR PEBRIANTO