TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Siswantoko menilai pemilihan kepala daerah DKI Jakarta menjadi ujian kebinekaan Indonesia. Terlebih euforia pilkada yang terjadi jauh sebelum tahap pilkada dimulai.
"Ketika sedang terjadi euforia pilkada, pilkada menjadi satu momentum sejauh mana demokrasi sudah ber-Bhinneka Tunggal Ika," kata Siswantoko dalam dialog publik “Merawat Kebinekaan dan Demokrasi di Indonesia” di restoran Tjikini Lima, Jakarta, Senin, 21 November 2016.
Menurut Siswantoko, pilkada menghadapi tantangan dari masyarakat dalam menentukan pilihan calonnya. "Masyarakat memilih pemimpin bukan karena SARA, tapi karena kinerja, kapasitas, dan kapabilitas calonnya," ujarnya, seraya mengatakan Pilkada 2017 menjadi momen mengukur kematangan demokrasi.
Baca: Anies Janjikan Gedung Pertemuan ke Warga Kepulauan Seribu
Direktur Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Hendrik Lokra menyayangkan perhatian hanya diberikan pada pilkada DKI Jakarta. "Padahal ada 101 daerah lain yang melakukan pilkada," ucapnya.
Hendrik mengatakan pilkada DKI Jakarta pun banyak dipengaruhi perubahan sikap elite politik. "Kami melihat perubahan ini ada pada basis sosial yang mempengaruhi dan mengkonstruksi perubahan cepat itu," tuturnya.
Pilkada DKI Jakarta memasuki tahap kampanye pasangan calon. Tiga pasangan calon bersaing. Mereka adalah Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat sebagai calon inkumben. Dua pasangan penantangnya adalah Anies Baswedan dan Sandiaga Uno serta Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni.
ARKHELAUS W.
Baca:
Putri Sukarno Ini Tuding Jokowi Aktor Politik Demo 4/11
Ahmad Dhani Dukung Demonstran 2 Desember Bawa Bambu Runcing
Yahudi Minta Trump Tidak Data Muslim, Atau Ini yang Terjadi