TEMPO.CO, Jakarta - Setelah terpilih sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum menggantikan Husni Kamil Manik (almarhum) pada Juli lalu, Juri Ardiantoro langsung tancap gas. Ia segera memimpin lembaga penyelenggara pemilu itu menyiapkan pemilihan kepala daerah serentak pada 2017.
Salah satu daerah yang menjadi perhatian Juri, 46 tahun, adalah pilkada DKI Jakarta. Sebagai mantan Ketua KPU DKI selama dua periode, ia yakin pesta demokrasi di Ibu Kota akan berjalan mulus dan sukses pada tahun depan. "Walaupun ada kecenderungan persaingannya lebih hangat karena ada faktor nonteknis," katanya kepada Tempo di kantornya, Selasa tiga pekan lalu.
Lulusan Universitas Malaya, Kuala Lumpur, ini juga memaparkan sejumlah hal yang sedang dikerjakan KPU, dari persiapan pilkada serentak hingga pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu. Karena kesibukannya, ia mengaku kerap pulang larut malam. "Tapi saya tetap harus pulang ke rumah karena punya kewajiban mengantar anak sekolah," ucapnya.
Berikut ini petikan wawancara dengan Juri, yang selengkapnya bisa dibaca di majalah Tempo edisi 7-13 November 2016.
Bagaimana pemetaan KPU mengenai kerawanan pilkada serentak?
Badan Pengawas Pemilu punya indeks kerawanan pemilu yang detail. Sejauh ini kami melihat Aceh sebagai daerah rawan karena faktor politik dan jumlah pilkada serentak terbanyak. Ada 20 kabupaten/kota ditambah provinsi yang akan mengadakan pemungutan suara.
DKI Jakarta tak termasuk rawan?
Setiap kali pilkada, DKI selalu dinyatakan rawan. Padahal dua kali penyelenggaraan pilkada pada 2007 dan 2012 mulus dan sukses. Mudah-mudahan pilkada DKI pada 2017 baik-baik saja. Walaupun ada kecenderungan persaingannya lebih hangat karena ada faktor nonteknis. Itu akan jadi sumber keramaian. Ada isu SARA dan isu korupsi yang mewarnai. Apalagi Jakarta itu tempat paling bebas menggunakan saluran-saluran komunikasi.
Anda punya pengalaman sebagai Ketua KPU DKI Jakarta dalam dua pilkada sebelumnya, apa yang harus dilakukan agar pilkada Jakarta aman?
Jika penyelenggara mengikuti aturan, saya yakin pilkada akan lancar. Selain itu, dengan tingkat rasionalitas penduduknya yang tinggi, pilkada Jakarta akan baik-baik saja, tanpa mengurangi kewaspadaan dan kesiapan KPU.
Situasinya sungguh berbeda dengan dua pilkada sebelumnya. Sekarang kampanye hitam lewat media sosial lebih kencang. Media sosial ini memang paling sulit dikontrol, tapi kami mewajibkan tim sukses mendaftarkan akun resmi kampanye. Akun terdaftar inilah yang kami awasi, sedangkan banyak akun lain yang tak didaftarkan dan sulit diawasi. Kami juga sudah bekerja sama dengan polisi serta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengusut adminnya bila terindikasi pidana dan menutup akunnya sekaligus.
Tapi, kan, tidak ada sanksi bagi calon yang tim kampanyenya terbukti melancarkan kampanye hitam?
Memang tak ada. Sanksi hanya bisa dijatuhkan bila ada politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif.
TIM TEMPO