TEMPO.CO, Jakarta -
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menemukan indikasi adanya keterlibatan anggota TNI dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah 2015 serentak di Kepulauan Riau. Menurut Sekretaris Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA) Pusat DPP PDIP Sirra Prayuna, keterlibatan TNI tersebut diduga dilakukan secara struktural untuk mengondisikan pemenangan pihak tertentu.
Dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 11 Desember 2015, Sirra mengungkapkan bahwa di Kota Batam, telah terjadi mobilisasi anggota TNI dalam Pilkada di Kota Batam, Kepulauan Riau. Menurut Sirra, Komandan Kodim 0316 Kota Batam telah memposisikan TNI untuk memasuki ranah politik praktis secara terang-terangan. "Tindakan itu dilakukan dalam bentuk melakukan penindakan langsung atas dugaan pelanggaran yang belum terverifikasi dengan baik”, kata Sirra.
Sirra mengungkapkan, pada pilkada di Kota Batam, TNI menempatkan anggotanya di setiap Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pemilih Kecamatan (PPK). Selain itu, menurut Sirra, TNI juga melakukan patroli secara demonstratif dengan berpakaian dinas dan bersenjata lengkap di pemukiman warga. "Mereka menggelar kekuatan secara berlebihan dan terbuka," ujar Sirra.
Sirra juga mengatakan, seorang anggota Babinsa Kelurahan Lengkong Sedai, Sersan Kepala Agustin, telah melakukan intimidasi terhadap Koordinator Saksi Pilkada 2015, Alex, yang juga Pengurus Pimpinan Anak Cabang PDIP Kecamatan Bengkong, Kepulauan Riau, pada Rabu lalu. "Peristiwa itu melibatkan sekitar tujuh orang anggota TNI. Mereka datang ke rumah Alex dan memaksanya naik ke mobil. Setelah itu, Alex dibawa ke Kodim 0316 Kota Batam dengan alasan akan dilakukan pemeriksaan terhadap Alex atas tuduhan praktek money politics," tutur Sirra.
Selain itu, menurut Sirra, Komandan Kodim 0316 Kota Batam juga mengumumkan secara terbuka penangkapan dan penahanan terhadap Alex tersebut melalui media masa cetak dan elektronik. "Tindakan itu secara nyata menunjukkan bahwa TNI bertindak sendiri tanpa menghiraukan ketentuan perundang-undangan tentang pilkada, khususnya mengenai kewenangan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu)," ujar Sirra.
Menurut Sirra, tindakan TNI tersebut telah melanggar Pasal 4 dan Pasal 5 Ketetapan MPR Nomor 7 Tahun 2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. "Dalam peraturan tersebut, TNI hanya bertugas memberikan bantuan kepada Polri atas permintaan yang diatur dalam undang-undang. TNI juga harus bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis," ujar Sirra.
Selain itu, Sirra juga menyatakan bahwa TNI telah melanggar Pasal 2, Pasal 7, dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun tentang tentang Tentara Nasional Indonesia. "Prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis," kata Sirra.
Sirra menilai tindakan anggota TNI tersebut telah mengakibatkan persiapan tim pemenangan PDIP yang akan menyiapkan saksi menjadi terganggu. "Peristiwa itu telah kami laporkan kepada Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) kemarin. Kami meminta Bawaslu untuk memanggil dan meminta keterangan pihak-pihak yang terkait kejadian tersebut," ujar Sirra.
Sampai saat ini, tudingan PDIP ini belum terkonfirmasi ke pihak TNI.
ANGELINA ANJAR SAWITRI