TEMPO.CO, Blitar – Baru sekali ini bakal memilih calon bupati tunggal, sebagian warga Kabupaten Blitar mengaku masih bingung terhadap tata cara mencoblos. Sejauh ini mereka juga tidak pernah mendapat sosialisasi dari Komisi Pemilihan Umum.
Beberapa warga Kecamatan Wonodadi yang ditemui Tempo secara acak mengaku belum memahami teknis mencoblos surat suara yang hanya mencantumkan satu gambar pasangan calon, yakni Rijanto-Marheinis Urip Widodo. “Kalau setuju, berarti pilih gambarnya kan?” kata Heri, warga Desa Kunir, Kecamatan Wonodadi, Selasa, 8 Desember 2015.
Ucapan pekerja serabutan itu jelas salah karena, bila mencoblos gambar, suaranya justru dinyatakan tidak sah. Sebab, Peraturan KPU menegaskan, suara dinyatakan sah jika pemilih mencoblos kolom setuju dengan atau tanpa disertai mencoblos gambar pasangan calon.
Heri berujar, dirinya belum pernah mendapat arahan dari KPU soal teknis mencoblos. Namun dia sudah mengetahui model surat suara yang akan dicoblos di TPS besok melalui poster sosialisasi yang ditempel KPU di jalan-jalan. Tim kampanye pasangan calon pun belum pernah melakukan sosialisasi hingga ke desanya.
Padahal peran aktif pasangan calon dalam mensosialisasi secara teknis mencoblos sangat menentukan perolehan suara mereka besok. “Calon juga tak ada yang ke sini,” ucap Heri, yang bermukim tak jauh dari Pondok Pesantren Al Kamal, Wonodadi.
Pernyataan Heri itu bertolak belakang dengan klaim KPU Kabupaten Blitar yang memastikan seluruh masyarakat telah mengetahui cara mencoblos. KPU bahkan memastikan tak ada satu pun warga, termasuk penyandang buta huruf, yang tak tahu teknis mencoblos di bilik suara.
Komisioner KPU Kabupaten Blitar, Nikmatus Sholihah, mengatakan sosialisasi sudah dilakukan secara maksimal oleh tim-tim kecil hingga ke kawasan terpencil dan pasar tradisional. Bahkan intervensi juga dilakukan kepada warga berkebutuhan khusus untuk tetap bisa menyalurkan hak politik mereka. Meski mengaku sulit mengubah paradigma masyarakat yang terbiasa memilih gambar, ia optimistis seluruh warga Blitar sudah tahu tata cara mencoblos model referendum.
Komisioner lainnya, Masrukin, memastikan jumlah pemilih golput bakal lebih kecil daripada saat pemilihan presiden. Meski sebagian masyarakat menunjukkan sikap jenuh mengikuti proses politik ini, hal itu tak sampai memicu tingginya angka ketidakhadiran mereka ke TPS. “Memang ada sebagian yang jenuh, tapi mayoritas masih mau mencoblos."
Masrukin juga memastikan seluruh logistik telah diterima di kantor kelurahan masing-masing. Namun ada dua desa yang, karena alasan geografis di kawasan Blitar selatan, terpaksa menitipkan logistik di rumah warga terdekat dengan TPS dengan penjagaan aparat perlindungan masyarakat.
HARI TRI WASONO