TEMPO.CO, Solo - Ratusan orang yang menamakan diri sebagai Aliansi Masyarakat Kota Solo Anti-Korupsi menggelar aksi di depan Balai Kota Surakarta, Kamis siang, 3 Desember 2015. Mereka menuding Wali Kota Solo terdahulu, F.X. Hadi Rudyatmo, merugikan keuangan negara lantaran membangun gedung di atas lahan sengketa Sriwedari.
Koordinator aksi, Yohanes Sugiyanta, menyebutkan bahwa berbagai putusan pengadilan telah memenangkan ahli waris Wiryodiningrat sebagai pemilik sah lahan tersebut. "Namun pemerintah di bawah Wali Kota Rudyatmo justru membangun sejumlah gedung di lahan tersebut," katanya.
Salah satu gedung yang dibangun di lahan itu adalah Museum Keris. Pembangunan gedung tersebut menelan anggaran lebih dari Rp 10 miliar, yang dibiayai bersama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Menurut Yohannes, Pemerintah Kota Surakarta juga memboroskan uang negara dengan menambah bangunan belakang di kompleks Museum Radya Pustaka, yang juga berada di Sriwedari. Dia menyebutkan bahwa pembiayaan proyek di atas lahan sengketa dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi.
Dalam aksi tersebut, mereka menuntut agar Kejaksaan Agung segera melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. "Kasus ini sudah kami laporkan ke Kejaksaan Agung," ujar Yohanes. Dia mengancam bakal melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi jika Kejaksaan tidak segera menindaklanjutinya.
Meski aksi itu digelar beberapa hari menjelang pemilihan kepala daerah, Yohanes menegaskan dia tidak memiliki tendensi politis apa pun. "Aksi ini murni berawal dari keprihatinan kami melihat uang negara yang dihambur-hamburkan," tuturnya. Sekadar catatan, Hadi Rudyatmo merupakan calon petahana yang akan ikut bertarung dalam pemilihan pekan depan.
Terpisah, F.X. Hadi Rudyatmo menganggap aksi tersebut bukan kampanye hitam yang menyerangnya. "Kami berpikir positif saja," ucapnya. Rudyatmo mengaku menghormati aksi tersebut sebagai bagian dari kebebasan berpendapat.
Menurut Rudyatmo, pembangunan di atas lahan Sriwedari yang merupakan lahan sengketa itu tidak menyalahi aturan. "Kawasan Sriwedari merupakan kawasan cagar budaya," katanya. Berdasarkan Undang-Undang tentang Cagar Budaya, pemerintah justru memiliki kewajiban untuk memelihara kawasan itu.
Selain itu, dana yang digunakan untuk pembangunan di Sriwedari sebagian besar digelontorkan pemerintah pusat. "Jadi pemerintah pusat pasti juga telah mempertimbangkan aspek hukumnya," ujar bekas Wali Kota Surakarta tersebut.
AHMAD RAFIQ