TEMPO.CO, Gunungkidul - Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Gunungkidul bakal memperketat pengawasan aksi politik uang, khususnya di tingkat pedusunan, memasuki bulan akhir masa kampanye November nanti.
“Kami telah kerahkan pengawas tingkat desa memetakan jejak para panitia kampanye palsu yang biasanya diberi tugas tim sukses untuk membagi-bagikan uang pada warga,” ujar anggota Panwaslu Gunungkidul, Ton Martono, Senin, 26 Oktober 2015.
Panitia palsu atau panitia siluman ini, ujar Ton, biasanya menjadi titipan para tim sukses menyiapkan uang yang hendak dibagikan pada masyarakat. Panitia ini menjadi bayangan panitia kegiatan resmi yang terdaftar di KPU untuk menghilangkan unsur keterlibatan tim sukses saat sebuah aksi bagi-bagi uang berhasil dipergoki.
“Panitia palsu ini biasanya di tingkat dusun. Tim sukses calon menunjuk satu warga, lalu uang dititipkan di rumah warga tersebut agar siap dibagikan sebelum atau sesudah kegiatan kampanye,” ujar Ton.
Kegiatan mengelabui petugas pengawas pemilu itu, menurut Ton, akan sulit terjadi lagi karena pengawasan akan dilakukan lebih dini dan tidak mendadak saat kampanye digelar. “Jika tim sukses punya panitia palsu, kami mendapat bantuan dari relawan masyarakat juga untuk mengawasi kampanye ini, agar informasi segera sampai,” ujarnya.
Meski Panwaslu sadar sepenuhnya jika politik uang saat ini tak ada sanksinya, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 dan 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah, target operasi tangkap tangan ini bertujuan memberikan sanksi sosial dan efek jera kepada calon.
“Saat ada temuan, kami akan segera klarifikasi yang bersangkutan dan kami umumkan agar masyarakat tahu bahwa ada calon berbuat kotor dengan bagi-bagi uang,” ujarnya.
Panwaslu Gunungkidul, awal pekan ini, melaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu rekapitulasi data pelanggaran pemilu yang selesai ditindaklanjuti sebulan terakhir. Sedikitnya, ada empat kasus pelanggaran pemilu serius, baik yang menggunakan fasilitas negara maupun politik uang. Jumlah pelanggaran meningkat dibandingkan dengan sebulan pertama masa kampanye, yang hanya dua kasus.
“Bulan ketiga kampanye November nanti, kami perkirakan pelanggaran politik uang semakin marak karena mendekati masa pemungutan suara,” ujar Ton.
Badan Pengawas Pemilu DIY mencatat Gunungkidul sebagai daerah paling rawan terjadi politik uang dibandingkan dengan dua kabupaten lainnya, yakni Sleman dan Bantul, yang menggelar Pilkada pada tahun ini. Salah satu indikasinya adalah tingginya angka kemiskinan di kabupaten itu. Semakin tinggi angka kemiskinan dan rendahnya potensi ekonomi desa, peluang politik uang semakin tinggi.
PRIBADI WICAKSONO