TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Tamasya Al-Maidah, yaitu pengerahan massa dari luar Jakarta saat pencoblosan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta putaran kedua, tidak perlu. Pemantauan perhitungan suara, kata Jusuf Kalla, bisa dilakukan warga sekitar tempat pemungutan suara (TPS).
Baca juga: Polisi Imbau Masyarakat Tak Ikut Tamasya Al Maidah
"Massa Tamasya Al-Maidah sebenarnya tidak perlu didatangkan dari luar," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa, 18 April 2017. Kalla khawatir pengerahan massa dari luar Jakarta ke Jakarta justru menimbulkan masalah.
Kalla lebih setuju masyarakat sekitar TPS yang menyaksikan perhitungan suara. "Kalau memang ingin menyaksikan, itu kan sebaiknya para warga yang memilih di TPS. Pada pukul 13.00 datang kembali untuk melihat. Tak usah datangkan orang dari luar," ucapnya.
Menurut Kalla, seumpama setengah dari pemilih datang ke TPS untuk melihat perhitungan suara, maka jumlahnya cukup besar. "Itu bisa tiga-empat juta orang, luar biasa," ujarnya.
Simak pula: Tamasya Al Maidah, Eggi Sudjana Mengaku Izin Ketua KPU DKI
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian melarang pengerahan massa ke Jakarta saat pemungutan suara pilkada DKI putaran kedua. "Kalau sampai kami lihat ada pengerahan massa yang terkesan intimidatif, Polri dengan kewenangan diskresinya dapat melakukan penegakan hukum. Bahkan, dalam bahasa yang lebih tegas, kami bisa amankan yang bersangkutan, paling tidak selama 1 x 24 jam," tutur Tito di Istana Merdeka, Senin, 17 April 2017.
Dia mengatakan, untuk mengamankan pilkada DKI putaran kedua dan Tamsya Al-Maidah, kekuatan aparat yang dikerahkan sekitar 65 ribu, terdiri atas 20 ribu personel kepolisian, 15 ribu anggota TNI, dan sisanya dari satuan perlindungan masyarakat (linmas). "Kami harapkan, dengan kekuatan sebesar ini—ini lebih besar daripada pengaman sebelumnya—insya Allah Jakarta akan aman, dan kami menjamin masyarakat Jakarta bebas memilih pilihannya masing-masing," ucap Tito.
AMIRULLAH SUHADA